Thursday, October 30, 2008

Dasar Pemeriksaan Fisis

Halfian Tags
physical-examination-pemeriksaan-fisisDalam merumuskan sebagian besar gangguan klinik, pemeriksaan fisis sebenarnya memainkan peranan kurang penting bila dibandingkan dengan anamnesa (pengambilan riwayat) yang tersusun sistematis dan jelas menurut tingkatan kejadiannya. Meski demikian, pemeriksaan fisis mempunyai nilai yang penting di dalam memperkuat penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari anamnese yang telah kita ambil tersebut dan menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan.

Semenjak zaman Laennec dan Aunbrugger, beberapa alat telah diciptakan untuk membantu menambah ketelitian dan kemajuan dalam melakukan pemeriksaan klinik. Alat-alat seperti stetoskop, otoskop, sfigmomanometer, oftalmoskop, senter, palu ketok, garputala, pita pengukur, lensa kantong dan spatel lidah serta thermometer adalah contoh alat-alat yang mesti di lengkapi apabila henadka melaukan pemeriksaan fisis yang lengkap dan akurat.

Rasa hormat pada tubuh dan pribadi pasien yang akan diperiksa adalah mutlak harus dijaga. Hindarkan segala tindakan yang dapat mengakibatkan timbulnya perasaan malu atau perasaan tidak nyaman yang tidak perlu. Penderita harus merasa senyaman mungkin selama proses pemeriksaan berlangsung. Selain untuk menjaga hubungan antar dokter-pasien yang baik, tentu saja demi kepentingan diagnosis itu sendiri. Dibutuhkan sikap kooperatif dari pasien agar dapat ditegakkannya diagnosis yang tepat.
Sama pentingnya, pemeriksa juga tidak boleh kaku ataupun canggung, misalnya membungkukkan badan padahal sebenarnya tempat tidur pasien dapat dinaikkan pada ketinggian yang nyaman buat pemerksa. Kenyamanan pemeriksa ini penting agar pemeriksaan dapat dilakukan sebaik-baiknya dan tidak tergesa-gesa sehingga data yang dikumpulkan bagus mutunya dan bermakna.

Setelah pasien dipersiapkan baik jasmani dan rohani, maka proseder pemeriksaan fisis telah dapat dijalankan. Dilakukan dengan cara sistematik, dengan melakukan periksaan regional yang lengkap, mulai dengan kepala dan leher termasuk dada dan jantung, abdomen, anggota gerak dan akhirnya daerah pelvis dan rektum. Pada pemeriksaan rutin, sebaiknay hindari pemeriksaan daerah-daerah yang tidak nyaman, seperti daerah pelvis dan rectum, hingga pada akhir pemeriksaan.

GARIS BESAR PEMERIKSAAN FISIS

Persiapan untuk melakukan pemeriksaan

PERLENGKAPAN. stetoskop, otoskop, sfigmomanometer, oftalmoskop, senter, palu ketok, garputala, pita pengukur, lensa kantong, spatel lidah, thermometer dan tonometer.

PERSIAPKAN PENDERITA. Hindarkan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan perasaan-perasaan malu pada penderita dan jangan membuka badan bila tidak diperlukan.

PERMULAAN PEMERIKSAAN. Raba nadi penderita, ukur tekanan darahnya, amati penderita secara keseluruhan.

Tindakan-tindakan dasar

INSPEKSI
Lakukan Inspeksi pada setiap daerah tubuh penderita untuk mendapatkan gambaran hal berikut ini :

1. Kulit

1. Warna dan pigmentasi
2. Lesi-lesi
3. Vaskularisasi superficial
4. Udema
5. Kelembapan, kekeringan atau sifat perminyakannya dan susunan jaringan
6. Sifat rambut serta kuku

2. Selaput Lendir

1. Warna dan pigmentasi
2. Lesi-lesi
3. Vaskularisasi Superfisial
4. Udema
5. Kelembapan dan sekresinya

3. Arsitektur

1. Ukuran dan bentuk
2. Simetris atau deformitas, penonjolan atau pembengkakan lokal
3. Pertumbuhan dan perkembangan otot

4. Pergerakan

1. Otot, tulang dan persendian
2. Pernafasan
3. Pembuluh darah
4. Peristaltik
5. Dan lain lain

5. Posisi

PALPASI
Setiap daerah tubuh harus diraba agar dapat dperoleh keterangan yang berikut ini :

1. Penegasan dan penambahan hasil yang didapatkan pada waktu inspeksi
2. Keterangan primer yang baru diperoleh pada saat melakukan palpasi :

1. Kepekaan terhadap rangsang nyeri superficial, profunda, nyeri lepas (rebound pain) dan nyeri alih (referred pain)
2. Tonus otot : tahanan otot yang meningkat, spasme, rigisitas (kekakuan)
3. Tumor (massa) : Kelenjar limfe dan oragan-oragan di bawahnya yang dapat kita raba namun biasanya tidak terlihat. Lakukan penilaian atas :

* Letak dan hubungannya dengan struktur lainnya di sekitarnya
* Arsitektur : Ukuran, bentuk, simteris, kebebasannya, pinggirnya.
* Konsistensi, fluktuasi
* Kepekaan terhadap nyeri, kemrahan , panas
* Mobilitas dan perlekatannya
* Berdenyut

PERKUSI
Adalah suatu teknik pemeriksaan dengan cara mengetok-ngetok suatu daerah pada tubuh pasien, untuk mendengarkan suara yang ditimbulkannya dan merasakan tahanan yang dijumpai pada daerah yang kita ketok tersebut.

Klasifikasi suara pada pemeriksaan ketok ini :
1. Nyaring
2. Redup
3. Datar
4. Timpani
5. Pekak
6. Sonor

AUSKULTASI
Auskultasi adalah suatu teknik pemeriksaan dimana kita menangkap dan mengenali suara yang berasal dari berbagai organ tubuh, dengan mendengarkannya pada permukaan tubuh, baik dilakukan secara langsung dengan menempelkan telinga pada permukaan tubuh, maupun dengan menggunakan stetoskop.

1. Klasifikasi suara yang dapat kita dengarkan di dada :

1. Bunyi pernafasan : bunyi inspirasi dan ekspirasi, ronki (rales), ronki kering, wheezing.
2. Bunyi suara = Percakapan : Resonansi vocal normal, bronkofoni, egofoni ; Berbisik : Normal, bisikan peqtoriloqui.
3. Bunyi asing

* Bunyi yang terputus-putus, secara jelas satu sama lain nya : rales (halus,sedang, kasar)
* Bunyi yang terus menerus, ronki (suara rendah), wheezing (suara tinggi).
* Friction rubs : pleura (inspiras, ekspirasi), pleuroperikardial.
* Succossion splash : Seperti bunyi air di dalam botol kalau dikocok

2. Klasifikasi suara yang terdengar di atas jantung :

1. S1 : Bunyi jantung pertama, berhubungan dengan penutupan katup mitral (M) dan trikuspidal (T), secara normal, M1 mendahului T1.
2. S2 : Bunyi jantung kedua, berhubungan dengan penutupankatup aorta (A) dan Pulmonal (P). Secara normal A1 mendahului P1.
3. OS : Opening Snap
4. S3 : Bunyi jantung ketiga fisiologis.
5. S3G : Bunyi jantung ketiga Gallop.
6. S4 : Bunyi jantung keempat fisiologis.
7. S4G : Bunyi jantung keempat Gallop.
8. Bising = Sistolik : awal, pertengahan, akhir, holosistolik. Diastolik = awal, pertengahan, akhir, holodiastolis.
9. Clicks

Saturday, October 11, 2008

TBC pada Anak

Halfian Tags
tbc_anak_tuberculosisTuberkulosis atau yang lebih dikenal dengan TBC disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersumber dari penderita TBC dan Mycobacterium bovis yang bersumber dari susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Kedua tipe kuman ini data menimbulkan penyakit TBC pada manusia dengan daya tahan tubuh yang lemah.


Penularan pada anak biasanya dari orang dewasa yang mempunyai kontak erat dengan anak tersebut. Penularan terjadi melalui droplet (butir-butir air di udara). Selain itu dapat juga tertular melalui luka di kulit dan minum susu sapi yang tidak dipasteurisasi.

Kuman TBC yang masuk dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit TBC, karena di tubuh kita memiliki sistem pertahanan tubuh yang dapat mencegah timbulnya penyakit ini. Masalahnya terkadang ada kalanya daya tahan tubuh kita mengalami kelemahan, misalnya karena penyakit lain yang sedang diderita atau karena gizi yang buruk. Pada keadaan seperti inilah, ketika kuman TBC masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan infeksi.

Bagian tubuh yang paling sering diserang adalah paru-paru, usus, kulit, tonsil (amanel), telinga, selaput otak, tulang dan sebagainya. Paru merupakan organ paling rawan terserang TBC karena penularan paling sering terjadi melalui udara.

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan nafas. Sehingga pada saat batuk, percikan ludahnya yang mengandung kuman akan terlontar dan inilah yang sering dihirup oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-parunya.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
a. Insiden
Di negara-negara maju, tbc sudah jarang, sementara di negara-negara berkembang insiden masih tinggi. Terbanyak terdapat pada anak di bawah usia lima tahun. Walaupun tubuh kemasukan kuman tbc, tidaklah berarti selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dan suatu nfeksi menjadi infeksi berbahaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh.

Sementara daya tahan tubuh anak menurun pada keadaaan :

  • Anak yang menderita penyakit menahun
  • Anak dengan malnutrisi
  • Anak yang baru sembuh dari penyakit-penyakit virus berbahaya
  • Anak yang menderita pertussis
  • Anak yang baru mendapat vaksinasi cacar
  • Anak yang mendapat pengobatan dengan kortikosteroid
b. Epidemiologi
Bayi dan anak-anak paling sering tertular oleh anggota rumah dewasa yang merupakan anggota keluarga yang dekat. Api tidak selalu sumber infeksi ini diketahui.

Walgreen menyatakan bahwa :

  • 35 % infeksi berasal dari orang tua.
  • 30 % infeksi berasal dari orang dewasa lain
  • 35 % tidak diketahui sumber infeksinya.
Penularan biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus rimer terdapat dalam paru. Penularan dapat pula per oral, biasanya akibat minum susu yang mengandung kuman TBC (tipe bovin) yang sekarang sudah jarang. Tuberkulosis kongenital jarang dijumpai.

ETIOLOGI
Basil tuberkulosis termasuk dalam kelas Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan terasuk dalam ordo Actynomicetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah oenyakit berat pada manusia dan merupakan penyebab infeksi tersering. Tetapi masih terdapat mikobalkterium patogen lainnya misalnya Mycobacterium bovis, M. Leprae, M. Paratuberculosis dan bermacam lainnya seperti M. Kansasii, M. Ulcerans, dan M. Balnei yang sering dianggap sebagai mikobakterium non tuberkulosis, atuipik dan tidak terklasifikasikan.

Basil tuberkulosis dapat nertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi cepat menjadi inaktif dengan cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60 'C.

PATOGENESIS
Bentuk TBC anak adalah bentuk yang pertamakali menyerang tubuh (anak) sehingga dikatakan sebagai suatu "primary tuberculosis infection". Di luar negeri dimana infeksi tbc jarang,, infeksi primer bisa juga ditremukan pada orang dewasa.

Tbc post primer merupakan infeksi oleh kuman tbc untuk kedua kalinya dan biasa ditemukan pada orang dewasa.Infeksi primer kebanyakan terjadi dalam paru. Terjadi reaksi jaringan berupa infiltrasi sel-sel PMN, kemudian terbentuk jaringan epiteloid yang berbentuk tuberkel, terdapat sel-sel limfosit dan sel-sel raksasa. Lesi primer ini disebut lesi primer. Kelainan ini berukuran sangat kecil dan pada biopsi, kelainan ini pertma kali ditemukan oleh Ghon, sehingga fokus primer ii disebut juga dengan Ghon tubercle atau Ghon focus. Fokues primer dapat terjadi idman-mana dalam paru dan biasanya hanya satu (menurut Ghin, 83,5 % satu fokus dan 16,5 % lebih dari satu fokus).

Setelah pembentukan suatu tuberkel dan nekrosis, maka kuman meninggalkan fokus melalui pembuluh limfe sehingga terjadi limfangitis, menuju ke kelenjar limfe regional. Disini dapat pula terjadi nekrosis (pengejuan) dan pembentukan tuberkel dan pembentukan tuberke yang menyebabkan suatu limfadenitis regional.

Fokus primer, limfangitis dan limfadenitis regional membentuk suatu kompleks primer. Pada saat terbentuknya kompleks primer ini, terjadi pula hipersensitivitas (alergis) terhadap tuberkulin. Waktu antara terjadinay infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa tunas.

Fokus primer akan menyembuh dalam 4 bulan, bisa sembuh sempurna atau dengan pengapuran. Demikian pula dengan limfangitis. Sementara limfadenitis regional akan sembuh dengan pengapuran selama 2-3 tahun. Jadi suatu komples primer akan sembuh dalam kurun waktu 2-3 tahun. Bisa lebih lama (walaupun tanpa komplikasi) hingga bisa mencapai 4-5 tahun, pada anak dengan gizi buruk dan daya tahan tubuh yang rendah.


Komplikasi kompleks primer
Umumnya terjadi dalam tahun pertama setelah infeksi. Karena itu, bila kompleks primer ditemukan sedini-dininya, harus diobati sekurang-kurangnya selama satu tahun. Pengobatan terhadap kompleks primer dimaksudkan untuk mencegah terjadinay komplikasi.

Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
  • Perluasan fokus primer ke jaringan paru (parenkim ) lainnya sehingga terbentuk suatu infiltrat yang luas, yang disebut parenkimatous type atau tuberculous neumonia.
  • Bila fokus primer berada dekat dengan cabang v. Pulmonalis maka kuman akan masuk dalam sirkulasi darah dan menyebakan penyebaran hematogen ke organ-organ dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya tbc miliar.
  • Bila masuk ke dalam cabang-cabang bronkus akan terjadi penyebaran bronkogen ke jaringan paru lainnya.
  • Bila dekat fokus primer dekat dengan pleura, akan menyebabkan pleuritis tbc.
  • Pada tahap kronik akan ditemukan emfisema paru dan atelektasis.

MANIFESTASI KLINIS
Penyakit TBC pada anak tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru. Namun ada gejala yang sering ditemukan pada anak penderita TBC, di antaranya:

Demam. Biasanya merupakan gejala awal, timbul pada sore dan malam hari disertai keringat dan kemudian mereda. Demam dapat berulang beberapa waktu kemudian.

Lemah dan Lesu
(malaise). Gejala ini ditandai dengan rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan bertambah kurus atau berat badan tidak naik. Anak akan berpenampilan lesu dan kurang ceria.

Batuk. Batuk baru timbul bila telah terdapat gangguan di paru, awalnya dapat berupa batuk kering, lama-kelamaan dapat berupa batuk berlendir. Batuknya tetap bertahan lebih dari dua minggu walau telah mendapat pengobatan atau batuk sering berulang lebih dari tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut.

Pembesaran Kelenjar Getah Bening. Kelenjar getah bening yang meruapakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman, dapat membesar bila diserang oleh kuman. Pada penderita TBC dapat ditemui pembesaran kelenjar getah bening di sepanjang leher samping dan di atas tulang selangkangan.

Apabila gejala-gejala tersebut ada dan tidak hilang setelah diobati, sebaiknya waspada akan adanya TBC pada anak, apalagi ada riwayat kontak (hubungan yang erat dan sering) dengan penderita TBC dewasa.

DIAGNOSIS
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya basil TB dari bahan yag diambil dari tubuh pasien, misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dan lain-lain. Pada anak-anak spesimen terseut sulit diperoleh disamping sensitivitas biakan yang rendah, belum lagi sangat terbatasnya fasilitas laboratorium yang mampu melakukannya. Oleh karena itu sebagian besar diagnosis tbc anak didasarkan pada gambaran klinis, uji tuberkulin dan gambaran radiologis.

Penting untuk memikirkan tb pada anak bila terdapat gambaran sebagai berikut :
  • Kontak erat (serumah, semobil, dll) dengan pasien TB sputum BTA (+).
  • Reaksi cepat BCG, yaitu timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3-7 hari setelah imunisasi BCG.
  • Disertai Gejala umum TBC :
    • Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab jelas, atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan penanganan gizi.
    • Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan tata laksana gizi yang adekuat.
    • Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan ttttttifus, malaria atau ISPA) dan disertai keringat malam.
    • Pembesaran kelenjar getah bening superfisialis yang khas yaitu : multiple, tidak nyeri tekan, terlebih jika menyatu (confluents), paling sering di daerah leher, aksila dan inguinal.
    • Gejala-gejala respiratorik :
      • Batuk lama, lebih dari 3 minggu
      • Tanda cairan di dada (efusi pleura), nyeri dada
    • Gejala gastrointestinal :
      • Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobata baku diare
      • Benjolan / masssa di abdomen
      • Tanda-tanda cairan dalam abdomen
  • Dijumpai pula Gejala spesifik TBC :
    • TB kulit (skrofuloderma
    • TB tulang dan sendi, dengan gejala gibbus (benjolan di punggung), sulit membungkuk dan pincang serta pembengkakan sendi.
    • TB susunan saraf pusat. Meningitis TB dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah dan kesadaran menurun.
    • TB abdomen : fenomena papan catur, pada palpasi dan auskultasi. Dimana daerah pekak dan tympani berselang seling seperti gambaran papan catur.
    • Gejala mata : onjunctivitis phlyctenularis dan tuberkel koroid (dengan funduskopi).
  • Uji tuberkulin positif
    Dilakukan dengan cara mantoux (intrakutan) menggunakan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomr 26. Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2TU atau PPD-S kekuatan 5TU. Pembacaan dilakukan dalam 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transversal dan indurasi yang terjadi, bukan dari eritemanya. Ukuran dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi lebih atau sama dengan 10 mm pada gizi baik (lebih dari 15 mm bila sudah pernah mendapat BCG) atau 5 mm pada gizi buruk. Bila hasil meragukan (5-9 mm bukan pada gizi buruk), dilakukan uji ulang dalam waktu 2 minggu.
  • Foto rontgen paru sugestif TB
    Meski demikian foto rontgen tidak selalu dapat mendeteksi TB karena sebagian besar tidak khas. Dilakukan sebaiknya PA dan lateral. Pembacaan harus hati-hati akan kemungkinan overdiagnosis ataupun underdiagnosis. Paling mungkin , kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar para trakeal.

    Gambaran radiologis paru sugestif TB :
  1. Pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal dengan/tanpa infiltrat
  2. Atelektasis segmental/lober
  3. Atelektasis, milier, kavitas dan kalsifikasi.
  • Pemeriksaan mikrobiologik dan serologik
  • Pemeriksaan patologik anatomi
  • Respon terhadap pengobatan dengan OAT
    Kalau dalam 2 bulan terdapat perbaikan nyata secara klinis dan radiologis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB.

DIAGNOSIS BANDING
  1. Limfadenitis banal
  2. Leganasan
  3. Kista pada leher
  4. Mononucleosis infeksiosa
  5. Leukimia
  6. Actinomicosis
  7. Toxoplasmosis, dll

PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar pengobatan TB anak tidak berbeda dengan dewasa, tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian :

  • Susunan paduan obat TB anak adalah 2HRZ-4HR. Tahap intensif terdiri dari paduan isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z) selama 2
    bulan. Tahap lanjutan terdiri dari isoniazid (H) dan rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari.
  • Pemberian obat pada tahap intensif maupun pada tahap lanjutan diberikan setap hari, bukan 2 kali seminggu.
  • Dosis obat yang diberikan harus sesuai dengan berat badan anak. Diupayakan menggunakan obat tablet dengan dosis yang telah ada di pasaran.
  • Obat diberikan secara Cuma-Cuma bila tak mampu, untuk keluarga mampu sebaiknya membayar.
  • Obat yang dipakai dan dosisnya
INH5 – 15 mg/kg BB/hari (maks.300 mg/hari)
Rifampisin10-15 mg/kg BB/hari (maks 600 mg/hari)
Pirazinamid25-35 mg/kg BB/hari (maks 2 g/hari) diberikan 1 atau 2x
Etambutol15-20 mg/kg BB/hari (maks 2,5 g/hari)
Streptomisin15-30 mg/kg BB/hari (maks 1 g/hari)

  • Evaluasi Pengobatan:
    • Dua bulan pengobatan, klinis membaik, obat diteruskan
    • Dua bulan pengobatan klinis memburuk atau tidak ada perbaikan, rujuk ke RS.
    • Bagi yang tidak teratur minum obat, diberikan tamahan etambutol selama 4 bulan.
  • Penghentian pengobatan
    Bila telah menjalani 6-12 bulan pengobatan, evaluasi perbaikan terhadap klinik :
  1. Berat badan meningkat
  2. Nafsu makan membaik
  3. Gejala hilang : demam dan batuk.

PENCEGAHAN
Bila ibu atau anggota keluarga yang dekat menderita penyakit TBC, maka imunisasi BCG pada bayi yang baru lahir perlu diberikan segera setelah lahir. Namun bila tidak ada anggota keluarga yang terkena, maka imunisasi BCG dapat diberikan sesuai dengan jadwal pemberian posyandu atau puskesmas, yaitu pada usia dua bulan. Vaksin BCG sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah anak lahir. Ini mengingat prevalensi penyakit tuberkulosis di Indonesia masih tinggi dan kekebalan terhadap penyakit itu tidak diturunkan dari ibu karena jenisnya adalah imunitas seluler.

Imunisasi BCG memang tidak menjamin seratus persen terbebas dari kemungkinan tertular penyakit ini, karena daya kekebalan vaksin BCG untuk mencegah TBC hanya 20 persen. Walau demikian imunisasi tetap perlu diberikan karena tetap bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan tertular dan memperingan gejala bila terjangkit penyakit TBC.

Karena manfaat vaksin BCG untuk pencegahan penyakit tuberkulosis pada anak rendah, maka pencegahan utama agar anak tidak terkena TBC adalah jangan kontak dengan penderita TBC dewasa. TBC pada anak tidak lepas hubungannya dengan penyakit TBC pada orang dewasa. Ini karena penularan TBC pada anak berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Dengan demikian pemberantasan TBC pada orang dewasa sangat penting. Pada anak yang menderita TBC tidak bisa menularkan TBC, karena di dalam dahaknya tidak mengandung kuman TBC.

Selain itu faktor lingkungan dan daya tahan tubuh yang baik dapat membantu mencegah terjangkitnya seseorang terhadap penyakit TBC. Sinar matahari yang cukup, sirkulasi udara yang baik akan mencegah pertumbuhan dan bahkan dapat melemahkan kuman TBC. Kuman ini tidak tahan sinar matahari dan ultra violet. Daya tahan tubuh yang baik, gizi yang cukup akan meningkatkan kemampuan badan dalam menangkis serangan kuman TBC.

see related articles :
- Pneumonia Pada Anak

Friday, October 10, 2008

Tetesan oksitosin pada persalinan

Halfian Tags
Tetesan oksitosin pada persalinan adalah pemberian Oksitosin secara tetes melalui infus dengan tujuan untuk menimbulkan atau memperkuat HIS (kontraksi rahim)

Indikasi :
  1. Mengakhiri kehamilan
  2. Memperkuat kontraksi rahim selama persalinan
Kontraindikasi :

Sama dengan kontraindikasi induksi persalinan secara umum yaitu :
  1. Malposisi dan malpresentase janin
  2. Insufisiensi plasenta
  3. Disproporsi sefalopelvik
  4. Bekas seksio sesaria atau miomektomi
  5. Ibu menderita penyakit jantung
  6. Grandemultipara
  7. Plasenta previa
  8. Gamelli (kehamilan kembar)
  9. Distensi rahim yang berlebihan seperti akibat hidramnion
infus-oksitosin
Cara pemberian :

Oksitosin tidak diberikan secara oral karena dapat dirusak di dalam lambung oleh “Enzym Trypsin”. Oksitosin diberikan secara bucal, nasal spray, intramuskular atau intravena.

Pemakaian secara intravena (drips/tetesan) adalah paling banyak digunakan oleh karena dengan cara ini uterus dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu dan bila perlu infus dapat dihentikan dengan segera.

Pemberian tetesan oksitosin harus diberikan dibawah pengawasan yang ketat dengan pengamatan pada his dan denyut jantung janin.

Pada janin hidup
  • 5 IU oksitosin dalam 500 cc dekstrose 5 %. Ini berarti 2 tetesan mengandung 1 mIU
  • Dosis awal 1-2 mIU (2-4 tetes) permenit
  • Dosis dinaikkan 2mIU (4 tetes) permenit setiap 30 menit.
  • Dosis maksimal 20-40 mIU permenit
Untuk meningkatkan keberhasilan dengan cara ini bisa dilakukan amniotomi, striping of the membrane ataupun menggunakan balon kateter.

Pada janin mati

Teknik 1
  1. Menggunakan 500 cc Ringer laktat (1 botol)
  2. Mula-mula dipakai 10 IU oksitosin dalam 500 cc ringer laktat
  3. ecepatan tetesan 20 tetes permenit
  4. Bila tidak timbul kontraksi yang adekuat, dosis dinaikkan 10 IU tiap 30 menit, tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi yang adekuat dan ini dipertahankan.
  5. Dosis tertinggi yang dipakai adalah 140 IU
  6. Bila dengan jumlah cairan tersebut (500 cc Ringer Laktat) tidak berhasil maka induksi dianggap gagal
Teknik 2

Botol I
  1. Mulai dengan dosis 10 IU oksitosin dalam 500 cc Ringer laktat
  2. Kecepatan tetesan 20 tetes per menit
  3. Bila belum timbul kontraksi adekuat, maka dosis dinaikkan 10 IU setiap habis 100 cc tanpa mengubah keceptan tetesan sampai timbul kontraksi adekuat dan ini dipertahankan.
  4. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol II ialah 50 IU oksitosin, bila timbul kontraksi adekuat langsung dilanjutkan dnegan botol II
Botol II
  1. Mulai dengan dosis 50 IU oksitosin dalam 500 cc Ringer laktat
  2. Kecepatan tetesan 20 tetes per menit
  3. Bila belum timbul kontraksi adekuat, maka dosis dinaikkan 20 IU setiap habis 100 cc tanpa mengubah keceptan tetesan sampai timbul kontraksi adekuat dan ini dipertahankan.
  4. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol II ialah 130 IU oksitosin, bila setelah kedua botol tersebut kontraksi belum adekuat maka induksi dianggap gagal.
Untuk meningkatkan keberhasilan maka dianjurkan :
  • Pemasangan laminaria sebelumnya (untuk dilatasi serviks)
  • Melakukan amniotomi (bila memungkinkan)
Bila gagal, penderita diistirahatkan dan induksi diulangi lagi pada keesokan harinya.

Pada janin mati dengan umur kehamilan di atas 28 minggu, maka digunakan tetesan oksitosin dosis rendah :

Persiapan maupun cara pemberian sama dengan tetesan oksitosin dosis tinggi (Teknik 1), hanya disini dimulai dengan dosis oksitosin 5 IU dan bila timbul kontraksi uterus yang adekuat, dosis dinaikkan 5 IU setiap 30 menit, maksimal 70 IU.

Catatan

Bila ditemukan water intoxication dengan gejala-gejala : kebingungan, stupor, kejang dan koma, maka tindakannya adalah :
  • Tetesan segera dihentikan
  • Mengusahakan diuresis secepat dan sebanyak mungkin
Sebelum melakukan pemberian tetesan oksitosin terutama pada janin mati, perlu dilakukan pemeriksaan tentang poroses pembekuan darah.

Tuesday, October 7, 2008

Bishop Score - Nilai Bishop

Halfian Tags
Nilai bishop adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan letak verteks.

Faktor yang dinilai :
  • Pembukaan serviks
  • Pendataran serviks
  • Penurunan kepala (station)
  • Konsistensi serviks
  • Posisi serviks
FAKTOR
NILAI
0
1
2
3
Pembukaan Serviks
0
1-2
3-4
5
Pendataran serviks (%)
0-30
40-50
60-70
80
Penurunan kepala diukur dari bidang Hodge III (cm)
-3
-2
-1,0
+1, +2
Konsistensi serviks
Keras
Sedang
Lunak
-
Posisi serviks
Kebelakang
Searah sumbu jalan lahir
Kedepan
-
Keterangan :
  • Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti memuaskan.
  • Nilai Bishop ≥ 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam.
  • Seleksi pasien untuk induksi persalinan pervaginam dengan letak verteks.
  • Dipakai pada multiparitas dan kehamilan usia 36 minggu atau lebih.