Saturday, January 24, 2009

Transfusi darah pada pelayanan kebidanan

Halfian Tags
transfusi-darah_blood-transfusionPada pelayanan dan asuhan kebidanan mungkin membutuhkan transfusi darah. Sangatlah penting untuk menggunakan darah, produk darah, atau cairan pengganti yang sesuai dan memperhatikan prinsip-prinsip yang dibuat untuk membantu tenaga medis dalam memutuskan kapan (dan kapan tidak) melakukan transfusi.

Penggunaan produk darah yang sesuai didefinisikan sebagai transfusi produk darah yang aman untuk mengobati kondisi-kondisi yang akan mengarah morbiditas dan mor¬talitas, yang tidak dapat dihindarkan atau ditangani secara efektif oleh cara lain
  • Perdarahan pascapersalinan dengan syok
  • Kehilangan darah saat operasi
  • Anemia berat pada kehamilan lanjut
Catatan : Untuk anemia pada kehamilan awal, obati penyebab anemia dan sediakan hematinik.
Rumah Sakit Kabupaten seyogyanya mempunyai fasilitas untuk transfusi darah setiap saat. Seharusnya setiap unit pelayanan kebidanan dapat menyediakan darah, terutama tipe 0 dan FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk menyelamatkan jiwa.

PENGGUNAAN PRODUK DARAH YANG TIDAK TEPAT

Jika digunakan secara tepat, transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa dan memperbaiki status kesehatan. Namun, terapi ini juga dapat menimbulkan komplikasi akut juga mempunyai risiko teljadinya transmisi zat-zat infeksius. Ditambah lagi terapi ini mahal dengan sumber yang terbatas.

Transfusi sering tidak diperlukan karena :
  • Kondisi yang tampaknya membutuhkan transfusi, sering dapat dihindari dengan pengobatan dini atau upaya pencegahan.
  • Transfusi darah lengkap, sel darah merah, atau plasma sering diberikan untuk menyiapkan secara cepat seorang ibu untuk menjalani pembedahan yang direncanakan, atau untuk memulihkan kondisi tubuh agar dapat keluar dari rumah sakit lebih cepat. Terapi lain, seperti infus cairan, kadang-kadang lebih murah, lebih aman, dan sama efektifnya.
Transfusi yang tidak tepat dapat mengakibatkan :
  • Meningkatkan peluang ibu pada risiko-risiko yang tidak perlu.
  • Menyebabkan menipisnya persediaan produk darah untuk ibu-ibu yang benar-benar membutuhkan, sementara produk darah merupakan sumber daya yang terbatas dan mahal.
RISIKO TRANSFUSI

Sebelum memberikan darah atau produk darah untuk seorang ibu, sangatlah penting untuk mempertimbangkan risiko transfusi dibandingkan dengan risiko tidak melakukan transfusi.

Resiko Transfusi dengan Darah Lengkap atau Transfusi Sel Darah Merah
  • Reaksi transfusi
  • Infeksi HIV, hepatitis B, hepatitis C, sifilis, malaria
  • Kontaminasi bakteri lainnya jika dibuat atau disimpan secara tidak benar

Resiko transfusi plasma
  • Infeksi seperti di atas
  • Reaksi transfusi
  • Sangat sedikit indikasi yang jelas dari transfusi plasma (seperti koagulopati) dan bahkan risikonya sering melebihi keuntungan yang mungkin dirasakan oleh ibu.
Upaya Mengurangi Risiko
  • Seleksi donor darah
  • Penapisan infeksi yang dapat ditularkan melalui transfusi (khususnya HIV-l, HIV-2, HeV, HbsAg, Treponema pallidum) Program menjaga mutu
  • Penanganan yang baik terhadap penentuan golongan darah, tes kompatibilitas, pemisahan komponen darah, penyimpanan, dan transportasi produk darah
  • Penggunaan darah dan produk darah seeara tepat
PRINSIP TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah hanya merupakan satu elemen dari penanganan kasus secara keseluruhan. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah banyak dan waktu singkat akibat perdarahan, pembedahan ataupun komplikasi dari melahirkan, yang paling urgen adalah mengganti cairan yang hilang dengan segera. Transfusi sel darah merah dapat menjadi penting karena akan mengembalikan kapasitas pengangkutan 02 oleh darah.

Kurangi kebutuhan transfusi dengan:
  • Penggunaan Cairan pengganti untuk resusitasi
  • Minimalkan pengambilan darah untuk kepentingan pemeriksaan darah
  • Gunakan teknik anestesi dan bedah terbaik untuk meminimalkan kehilangan darah selama tindakan
  • Pembersihan dan re-infus darah yang keluar selama prosedur (autotransfusi) jika mungkin
Prinsip-prinsip yang harus diingat


  • Transfusi hanya merupakan satu bagian dalam penatalaksanaan seorang pasien.
  • Keputusan untuk memberikan transfusi harus didasarkan pada petunjuk nasional mengenai penggunaan klinis dari darah, dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien itu sendiri.
  • Kehilangan darah harus diminimalkan untuk mengurangi kebutuhan pasien akan trans¬fusi.
  • pasien yang kehilangan darah akut sebaiknya menerima resusitasi efektif (eairan peng¬ganti intravena, oksigen, dan lain-lain) semen tara kebutuhan transfusi dipertim¬bangkan.
  • Kadar hemoglobin pasien, meskipun penting, sebaiknya tidak menjadi faktor penentu untuk memulai transfusi. Keputusan untuk melakukan transfusi haruslah didukung oleh kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan tanda serta menghindari morbiditas dan mortalitas.
  • Klinisi seharusnya waspada terhadap risiko terkena infeksi yang ditularkan oleh transfusi produk darah yang tersedia.
  • Transfusi sebaiknya diberikan hanya jika keuntungannya lebih besar bagi pasien dibandingkan dengan kerugiannya.
  • Seorang yang terlatih sebaiknya memantau pasien yang mendapat transfusi dan segera bereaksi jika ada efek samping yang timbul.
  • Klinisi sebaiknya mencatat alasan dilakukannya transfusi dan memeriksa efek sam ping yang timbul.
MEMBERIKAN DARAH

Sebaiknya berdasarkan petunjuk nasional mengenai penggunaan klinis darah, dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien tersebut..

Sebelum memberikan darah atau produk darah, harap diingat hal-hal berikut :

  • Perbaikan yang diharapkan pada kondisi klinis ibu tersebut.

  • Metode untuk meminimalkan kehilangan darah untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi.

  • Terapi alternatif yang dapat diberikan, termasuk penggantian cairan intravena atau oksigen, sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transfusi.
  • Indikasi laboratorium dan klinis yang spesifik untuk transfusi.
  • Risiko penularan HIV, hepatitis, sifilis, atau infeksi lainnya melalui produk darah yang tersedia .
  • Keuntungan transfusi dibandingkan dengan risiko untuk ibu tertentu .
  • Pilihan terapi lain jika darah tidak tersedia pada saat itu .
  • Kebutuhan akan orang yang terlatih untuk memantau ibu tersebut dan segera bereaksi jika timbul efek samping.
Pada akhirnya, jika berada dalam kebimbangan, tanyakan pada diri Anda pertanyaan berikut : jika darah ini dimaksudkan untuk diri saya atau anak saya, akankah saya menerima transfusi pada kondisi demikian?

PEMANTAUAN PASIEN YANG DITRANSFUSI
  • Pemantauan dilakukan pada tahap :
- sebelum transfusi dimulai
- pada saat transfusi dimulai
- 15 menit sesudah transfusi mulai
- setiap 1 jam selama transfusi
- setiap 4 jam setelah transfusi selesai

Pantau ibu dengan ketat selama 15 menit pertama transfusi dan secara teratur ntuk mendeteksi tanda dan gejala awal reaksi yang berlawanan
  • Periksa dan catat hal-hal berikut pada setiap tahap:
- nadi
- suhu
- keadaan umum
- tekanan darah
- pernapasan
- keseimbangan cairan (masukan cairan secara oral dan intravena, keluaran urin)
  • Catat pula:
- waktu transfusi mulai
- waktu transfusi selesai I
- volume dan jenis pro;Wk darah yang ditransfusi
- efek samping Lain
- nomor

PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI

Reaksi transfusi dapat ringan (ruam kulit, gatal) sampai berat (gagal ginjal, hemolisis, syok anafilaktik). Hentikan transfusi, berikan cairan intravena (garam fisiologik atau Ringer Laktat) semen tara membuat penilaian awal dari reaksi transfusi akut dan cari bantuan medis. Jika reaksinya tergolong minor, berikan prometazin 10 mg melalui oral dan observasi.

Penanganan Syok Anafilaktik
  • Tata laksana syok (hal. M-l) dan berikan:
- adrenalin 1:1000 (0,1 ml dalam 100 ml NaCl atau Ringer Laktat) perlahan-lahan secara LV,
- prometazin 10 mg LV,
- dan hidrokortison 1 g LV setiap 2 jam jika perlu.
  • Jika ada bronkospasme, berikan aminofilin 250 mg dalam NaCl at au Ringer Laktat 10 ml perlahan-lahan secara LV
  • Lakukan tindakan tersebut di atas sampai keadaan ibu stabil.
  • Pantau tanda vital dan rujuk untuk perawatan intensif. Catat saat terjadi reaksi trans-fusi, demikian pula catat jumlah produksi urin.
  • Jika terdapat reaksi transfusi, ambil contoh/botol darah disertai darah beku dan 1 botol berisi darah dari vena kontralateral yang diberi antikoagulan (+EDTA).
  • Jika dicurigai adanya sepsis karena darah yang telah terkontaminasi, buatlah kultur dari darah transfusi tersebut.
CAIRAN PENGGANTI: ALTERNATIF SEDERHANA TERHADAP TRANSFUSI

Hanya garam fisiologik (NaCl 0,9%) atau eairan garam seimbang lainnya yang memiliki konsentrasi yang sam a dengan natrium pada plasma, yang merupakan eairan pengganti yang efektif. Oleh karena itu, cairan ini harus tersedia di semua rumah sakit yang menggunakan eairan pengganti intravena.

Cairan pengganti' digunakan untuk menggantikan kehilangan abnormal dari darah, plasma, atau eairan ekstraselular, dengan eara meningkatkan volume kompartemen vaskular. Cairan pengganti digunakan pada:

• penatalaksanaan ibu dengan hipovolemia yang nyata (seperti syok hemoragik).
• penatalaksanaan ibu normovolemia dengan kehilangan cairan yang terus-menerus (pada kehilangan darah akibat pembedahan).

Terapi Pengganti Intravena

Terapi pengganti intravena merupakan terapi baris pertama untuk hipovolemia. Pengo¬batan awal dengan eairan ini dapat menolong nyawa seseorang dan dapat memberikan waktu untuk mengendalikan perdarahan dan mendapatkan darah untuk transfusi jika dibu¬tuhkan.

Untuk mengganti cairan yang hilang, infus NaCI atau Ringer Laktat Cukup efektif, misalnya pada syok perdarahan atau kehilangan cairan pada pembedahan.

Cairan Kristaloid
  • Cairan kristaloid sebagai cairan pengganti :
- konsentrasi sama dengannatrium plasma.
- tidak dapat memasuki sel karena membran sel tidak permeabel terhadap natrium.
- dapat masuk ke eruang ekstraseluler
  • Diperlukan volume cairan kristaloid sekurangnya 3 kali volume yang hilang untukmempertahankan volume intravaskular.
Larutan dekstrosa (glukosa) merupakan cairan pengganti yang buruk. Jangan gunakan cairan ini untuk mengobati kasus hipovolemia kecuali tidak ada alternatif lainnya.
Cairan Koloid
  • Larutan koloid terdiri atas suspensi partikel-partikel yang lebih besar dibandingkan dengan kristaloid. Koloid cenderung untuk bertahan dalam darah dan akan menyerupai protein plasma untuk menjaga atau meningkatkan tekanan osmotik koloid darah.
  • Koloid hanya diberikan dengan volume yang sesuai denga jumlah darah yang hilang. Pada banyak kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (pada trauma dansepsis) kebocoran sirkulasi akan terjadi dan infu tambahan dibutuhkan untuk menjaga volume darah.


Hal-hal yang perlu diingat
  • Belum terdapat bukti bahwa larutan koloid (albumin, dekstran, gelatin, hydroxy ethyl starch) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan garam fisiologik ataupun la¬rutan garam lainnya untuk resusitasi.
  • Terdapat bukti bahwa larutan koloid mungkin mempunyai efek samping pada kese¬lamatan.
  • Larutan koloid lebih mahal dibandingkan dengan garam fisiologik dan larutan garam seimbang lainnya
  • Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua bentuk plasma mempunyai risiko yang sarna dengan darah lengkap yang dapat rnenularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis.
  • Air rnurni tidak pernah digunakan untuk infus intravena karena air akan menye¬babkan hemolisis dan berakibat fatal.
Sebelum memberikan cairan per infus:
  • cek segel botol/kantong cairan tidak sobek;
  • cek waktu kadaluwarsa;
  • periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas dari partikel-partikel yang terlihat.
Gunakan cairan kristaloid, seperti dekstrose atau dekstrose dalam NaCl, untuk mengganti cairan yang keluar melalui kuIit, paru, feses, dan urin. Jika dapat diketahui bahwa ibu tersebut akan menerima cairan LV. selama 48 jam atau lebih, infuslah dengan la¬rutan elektrolit yang seimbang (contoh Kalium klOl'ida 1,5 g dalam 1 I cairan LV.) dengan dekstrose. Volume cairan yang dibutuhkan seorang ibu sangat bervariasi, khususnya jika ibu tersebut menderita demam atau memiliki suhu at au kelembaban sekitar yang tinggi.

Melalui oral dan sonde lambung
  • Cairan melalui oral dapat diberikan pada keadaan hipovolemi ringan dan pasien da¬pat minum.
  • Cairan per oral atau sonde lambung jangan diberikan pada:
  • hipovolemi berat,
  • pasien tidak sadar,
  • bstruksi gastrointestinal,
  • pembedahan dengan anestesi umum.
Melalui rektum
  • Tidak dapat diberikan pada pasien hipovolemi b
  • Keuntungan pemberianmelalui rektum :
- Absorpsi berhenti dan cairan dikeluarkan sewaktu hidrasi selesai.
- Dapat segera diabsorpsi sampai hidrasi tercapai.
- Cairan ini diberikan melalui suatu selang plastik atau karet yang dimasukkan ke
dalam rektum dan dihubungkan ke suatu kantong atau botol cairan.
- Kecepatan cairan dapat dikontrol dengan menggunakan set intravena.
- Cairan tidak perlu steril. Cairan yang cukup aman dan efektif untuk rehidrasi rektal
adalah 1 liter air minum ditambah 1 sendok teh garam meja.
  • Pemberian cairan secara subkutan dianjurkan bilamana cara-cara lain tidak dapat dilakukan, tetapi tidak bermanfaat untuk pasien hipovolemi berat.
  • Cairan steril diberikan secara subkutan (biasanya pada dinding perut).

Sunday, January 4, 2009

Cara tepat menangani hiponatremia

Halfian Tags
hiponatremia_penanganan_efekHiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar Sodium atau natrium dalam serum (baca :darah) lebih rendah dari 135 mEq/L. Meskipun sebagian besar pasien dengan hiponatremia memiliki kadar sodium pada level 125-135 mEq/L dan asimptomatik, hiponatremia yang berat dapat menyebabkan pergerakan cairan akibat perubahan tekanan osmotik dari plasma ke dalam sel-sel otak, yang akanmenyebabkan mual, muntah, sakit kepala dan rasa lemah. Hiponatremia yang memburuk akan menyebabkan kebingungan, refleks yang menurun, kejang bahkan koma.

Pasien-pasien dengan hiponatremia berat dan disertai gejala yang khas,biasanya memiliki kadar sodium darah yang kurang dari 120 mEq/L. Penyebab dari hiponatremia yang berat adalah termasuk intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti Diuretik Hormon yang tidak tepat (inapropriate antidiuretic hormone secretion syndrome). Keracunan air dapat bersifat tidak disengaja, sebagai contoh pada pelari maraton yang meminum air secara berlebihan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, namun tidak disertai penggantian elektrolit (sodium dan klorida) yang turut hilang melalui keringat. Contoh lainnya adalah pada penggunaan obat terlarang MDMA (3,4-methylenedioxymethamphetamine) atau yang lebih populer dengan ekstasi, yang akan menyebabkan hidrasi berlebihan. Selain itu, intoksikasi air dapat juga ditemukn pada pasien-pasien psikiatrik dengan keluhan polidipsia.

Secara umum, hiponatremia paling baik diterapi dengan cara menaikkan secara perlahan kadar sodium darah pasien. Dan sebagian besar para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium darah tersebut tidak boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar sodium darah yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien yang mengalami myelinasi pons ini akan menderita kelumpuhan, sindrom "terkunci" (locked-in syndrome) dan bahkan kematian.

Pasien dengan kadar sodium darah diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala hiponatremia yang berat, haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan saraf yang permanen. Dengan meningkatkan kadar sodium secara cepat, 3-6 mEq/L akan memberikan keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh sehingga keadaan pasien dapat terstabilkan.
Sampai saat ini belum ada studi besar yang terkontrol baik yang khusus mempelajari berbagai macam terapi untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi saat ini berdasar atas berbagai kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli. Berdasar atas informasi yang tersedia, larutan hipertonik mestilah disiap-sediakan bagi individu-individu yang sebelumnya pernah mengalami kejang, koma atau kelainan neurologis fokal lainnya dan juga bagi mereka memiliki kadar sodium darah kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)

Direkomendasikan bagi kelompok pasien-pasien ini, menerima 1,5 mL/kg larutan saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dari satu jam dan juga ditambahkan furosemide dosis kecil (20 mg) secara intravena untuk menjamin diuresis air dan menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan hipertonik tadi. Terapi seperti ini akan meningkatkan kadar sodium darah pada level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus kedua dapat diberikan pada jam berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-gejala neurologis. Kejang dapat juga diterapi secara agresif dengan benzodiazepine.

Meskipun peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat, peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh melampaui 10 - 12 mEq/L. Pemantauan kadar sodium darah ini harus dilakukan secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila kadar sodium serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W sementara dapat menolong.