Saturday, February 1, 2014

Mengenal ilmu anestesi (anestesiologi)

Halfian Tags

Pada era globalisasi ini, masih ada anggapan yang kurang benar dari para dokter baik dokter umum maupun spesialis, lebih-lebih dari orang awam terhadap anestesiologi atau ilmu anestesi. Anggapan yang kurang benar tersebut ialah bahwa ilmu anestesi identik dengan kegiatan praktek di dalam kamar operasi untuk memberikan obat yang akan membuat penderita masuk dalam keadaan tidak sadar atau terbius, sehingga dokter bedah dapat melakukan tugasnya yaitu melakukan pembedahan terhadap penderita, padahal keadaan tersebut di atas merupakan gambaran anestesiologi pada awal sejarah pertumbuhannya.

anestesiologi

Sejarah anestesiologi diawali pada tanggal 16 oktober 1846 oleh Willian T.G. Morten yang berhasil mendemonstrasikan penggunaan ether didepan umum di Masachusetts General Hospital pada tindakan operasi. Morten adalah seorang dokter gigi yang pada saat yang sama juga menjadi mahasiswa kedokteran. Oleh dr. Oliver Wendell Holmes kemudian tindakan tersebut dinamakan anestesia.

Dalam perjalanannya, anestesiologi pernah mengalami periode stagnasi yang panjang, yang hanya kadang-kadang jasa dan kemajuan sedikit dan sporadik yaitu periode tahun 1846 sampai akhir perang dunia I (1920). Namun demikian dalam kurun waktu tersebut terdapat beberapa tokoh yang perlu dikenang antara lain John Snow dari London (1813 – 1857), yang merupakan dokter pertama yang mengabdi diri sepenuhnya pada bidang anestesi. John Snow disamping seorang anestetist juga seorang guru dan peneliti, serta juga dikenal sebagai bapak epidemiologi. 

Tokoh lain ialah James Young Simpson yang merintis Obstetric Anesthesia, Colton yang dikenal karena menemukan Nitrous Oksida (1863), Paul Bert (1887), Claude Bernard yang banyak konstribusinya dalam fisiologi narkosi Halstead dengan anestesi lokal, Leonard Corning dengan epidural anestesi dan August Bier dengan spinal anestesia dan anestesi regional intravena.

Sedangkan perkembangan anestesiologi di Indonesia telah dirintis oleh Prof. Muh. Kaelam. Selain perkembangan dalam teknik anestesi, alat anestesipun berkembang dan dikenal beberapa era. Perkembangan ini dimulai dari era permulaan yaitu tahun 1846 – 1850 dimana pada waktu itu anestesi dilakukan hanya dengan menggunakan sapu tangan yang ditetesi chloroform atau menggunakan ether yang diberi dengan handuk yang dilipat yang kemudian ditutupkan pada hidung penderita. Menjelang abad ke-21 ini obat-obat anestesi dan teknik pemberiannya sudah berkembang pesat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era komputerisasi.

RUANG LINGKUP ANESTESIOLOGI DI JAMAN MODERN

Anestesiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang tidak berorientasi pada organ atau umur, tetapi pada fungsi. Dengan demikian maka hubungan dengan cabang-cabang ilmu kedokteran (klinik) yang lain cukup banyak, bahkan seringkali di ruang lingkup anestesi merupakan titik temu persilangan cabang ilmu medik dan bedah.

Ruang lingkup anestesiologi kini sudah jauh berbeda dibanding dengan keadaan yang digambarkan pada awal sejarah seperti diatas. Anestesiologi tidak lagi dibatasi oleh ruang pembedahan, tetapi telah meluas ke ruang pulih sadar dan terapi/perawatan intensif.

Di dalam mukadimah AD-ART Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi sebagai cabang dari ilmu kedokteran, adalah ilmu yang mendasari berbagai usaha dalam hal pemberian anestesia dan analgesia, serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan-tindakan lainnya : melakukan tindakan bantuan resusitasi kepada penderita-penderita yang gawat, mengelola Unit Perawatan Intensif, memberi pelayanan terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun, bersama-sama dengan cabang ilmu kedokteran yang lain serta masyarakat ikut aktif mengelola kedokteran gawat darurat.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DOKTER ANESTESI

Tindakan anestesi adalah tindakan ilmu kedokteran (bukan perawatan), karena itu tindakan anestesi hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter dan sebaiknya Dokter Spesialis Anestesiologi (DSAn). Bila tindakan ini dilakukan oleh perawat anestesi maka ini adalah atas instruksi dan tanggung jawab dokter bedah.

Di kamar bedah dokter anestesi adalah partner dokter bedah. Masing-masing anggota tim mempunyai tugas dan tanggung jawab tersendiri. Dokter bedah melakukan tugas pembedahan untuk menghilangkan penyakit dan mengoreksi kelainan anatomi pasien, sedang tugas dokter anestesi adalah :
  1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama pembedahan atau prosedur medik lain (diagnostik, instrumentasi, terapoetik). 
  2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga fungsi organ tubuh dalam batas-batas normal sehingga keselamatan melakukan tugas secara mudah dan efektif. 
  3. Menciptakan kondisi operasi yang sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan tugas secara mudah dan efektif. 
Tugas lain dokter anestesi di luar kamar bedah adalah :
  1. Mengelola pasien yang kritis akut oleh sebab pembedahan, penyakit berat atau kecelakaan. Tugas ini dilakukan di ICU 
  2. Mengelola penderita dengan keluhan nyeri 
  3. Mengelola tindakan resusitasi pada pasien gawat darurat yang terancam kelangsungan hidupnya apapun sebabnya. 
POKOK-POKOK ETIKA DALAM PELAYANAN ANESTESI

Dari tahun ke tahun pola pikir manusia berkembang terus. Telah pula terjadi berbagai kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang anestesiologi yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan taraf dan kualitas hidup manusia itu sendiri. Kemajuan tersebut selain menyebabkan peningkatan kualitas profesi anestesiologi, juga menyebabkan timbulnya beraneka ragam permasalahan, antara lain mahalnya pelayanan anestesiologi. 
Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi terjadi perubahan tata nilai dalam masyarakat. Masyarakatpun semakin kritis dalam memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan dalam bidang anestesiologi. Masyarakat kini menuntut agar seorang dokter anestesiologi atau instansi rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan anestesiologi yang lebih baik. Materi etika terutama berisi kewajiban-kewajiban saja tanpa mencantumkan hak-hak profesi.

Etika pelayanan anestesiologi akan selalu mengacu pada induknya yaitu Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang mencakup :
  1. Setiap Dokter Spesialis Anestesiologi (DSAn) harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter. 
  2. Seorang DSAn harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran yang tertinggi. 
  3. Dalam melakukan pekerjaan kedokteran seorang DSAn tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. 
  4. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etika : 
    • Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri .
    • Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keterampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi .
    • Menerima imbalan lain diluar imbalan yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan/atau kehendak pasien .
    • Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani hanya diberikan untuk kepentingan pasien.
  5. Setiap DSAn harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang diuji kebenarannya .
  6. Seorang DSAn hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. 
  7. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang DSAn harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. 
  8. Kerjasama antara dokter dan pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya harus dilandasi oleh saling pengertian yang sebaik-baiknya. 
Kewajiban terhadap pasien :

Dalam KODEKI dikemukaan 5 pasal mencakup kewajiban seorang dokter terhadap pasien. Untuk bidang anestesiologi, kewajiban ini dapat ditungkan dalam beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan, yaitu :
  1. Kunjungan pra anastesia, dalam hal ini pelaksanan anastesia berkewajiban mengunjungi pasien sebelum anestesia untuk melakukan pra anestesia. Dalam Standard Pelayanan Medik tidak ditentukan batasan kapan kunjungan ini sehari sebelumnya. Yang penting pelaksana anestesia harus menilai dahulu sebelum menentukan seorang pasien untuk layak anestesia. 
  2. Pemeriksaan pasien harus dilakukan dengan legeartis, dengan memperhatikan segala sarana dan prasarana yang tersedia. Rahasia pribadi pasien harus dijaga, lebih-lebih jika pasien tidak ingin kondisi tubuh diketahui orang lain. 
  3. Memberi informasi mengenai anestesia/analgesia yang dilakukan kepada pasien atau keluarga. Tindakan ini merupakan bagian dari informed consent (persetujuan setelah penjelasan), dimana lebih banyak mengandung unsur medikolegal karena berkaitan dengan hak dasar pasien. Tanpa persetujuan ini akan mengakibatkan tindakan dokter tidak sah, seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MENKES/PER/IX/89 
  4. Pengawasan ketat terhadap pasien selama masih berada dibawah pengaruh anestesia/analgesia di kamar pulih atau unit perawatan intensif (ICU) atau di bangsal. 
  5. DSAn yang berpraktek dalam bentuk kelompok dianggap praktek dalam satu kesatuan. Meskipun demikian pasien harus diberitahu bahwa terdapat lebih satu dokter yang memberikan pelayanan. Setiap anggota kelompok tetap bertanggung jawab sendiri atas pelayanan profesi yang diberikan. 
  6. Seorang DSAn yang tidak melakukan praktek selama 3 tahun terus-menerus, sebelum memulai praktek kembali harus mengikuti latihan di tempat pendidikan berpraktek didampingi oleh DSAn yang bertanggung jawab untuk satu masa paling sedikit 2 bulan. 
Kewajiban terhadap sesama dokter spesialis anestesiologi :
  1. Perasaan kolegialitas harus dibina di antara sesama DSAn. 
  2. Jika melaksanakan pelimpahan pasien, informasi mengenai pasien dan rencana teknik anestesi/analgesia harus jelas 
  3. Harus dicegah agar tidak terjadi usaha menggunakan seseorang DSAn untuk keuntungan pribadi (keuangan, balas budi) oleh DSAn lain 
  4. Bila seorang DSAn di suatu rumah sakit/tempat praktek berhalangan memberikan pelayanan anestesi, maka ia wajib minta digantikan oleh DSAn lain yang terdaftar di rumah sakit/tempat praktek tersebut terlebih dulu. Bila ini tidak memungkinkan, maka ia dapat mencari pengganti DSAn lain. 
  5. Seorang DSAn yang mempunyai jadwal anestesia lebih dari 3 pada waktu bersamaan, maka ia harus melimpahkan kelebihannya kepada DSAn yang lain dengan mendahulukan DSAn yang sudah terdaftar di rumah sakit/tempat praktek tersebut. 
  6. Seorang yang sudah terdaftar di suatu rumah sakit/tempat praktek harus mendapat kesempatan melakukan praktek profesinya di rumah sakit/tempat praktek itu. Menjadi kewajiban DSAn yang terdaftar di rumah sakit itu untuk memberi kesempatan dan mengatur jadwal dan hari prakteknya. 
  7. Bila terdapat pertikaian dan perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan antar sesama DSAn yang menyangkut praktek profesi anestesiologi sebaiknya meminta bantuan organisasi untuk ikut menyelesaikannya. 
  8. Hal-hal lain harus dengan KODEKI 
Kewajiban terhadap sejawat bidang lain :
  1. Perasaan kolegialitas harus mendasari hubungan antar sejawat 
  2. Rujukan dari dokter lain harus diikuti dengan keterangan dan maksud yang jelas 
  3. Indikasi atau indikasikontra dan teknik anestesia/analgesia ditentukan oleh DSAn, bukan oleh dokter spesialis lain. 
  4. Pembatalan tindakan bedah yang memerlukan anestesia analgesia harus dilakukan berdasarkan pertimbangan dan persetujuan DSAn dan operator 
  5. Pertentangan DSAn dan dokter spesialis lain dapat diselesaikan melalui Panitia Etika Rumah Sakit. 
Kewajiban terhadap paramedik keperawatan dan paramedik nonkeparawatan :
  1. Kerjasama dalam satu tim dengan paramedik dalam penanganan pasien senantiasa dibina 
  2. Dalam pelayanan anastesia, perawat anestesia bertugas membantu DSAn. Tetapi dalam bidang perawatannya mempunyai tugas mandiri. Pelayanan anestesia dapat dilakukan oleh perawat anestesi sebagai tugas limpah di bawah tanggung jawab DSAn. 
  3. Rasa tanggung jawab dalam diri paramedik sehubungan dengan kerjasama tim hendaknya ditumbuhkan dan terus dipupuk 
  4. Penambahan ilmu yang ada hubungannya dengan lingkup pekerjaan sehari-hari perlu diberikan berkala kepada paramedik 
  5. Seorang DSAn hendaknya menjadi panutan dalam pelaksanaan sehari-hari 
Kewajiban terhadap rumah sakit :
  1. Melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan Pedoman Pelayanan Anestesiologi yang telah ditetapkan oleh ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia (IDSAI) dan Standard Pelayanan Medik yang telah diputuskan oleh ikatan dokter Indonesia (IDI) baik dalam segi pendidikan, penelitian maupun pelayanan. 
  2. Melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan disiplin, jujur dan bertanggung jawab 
  3. Mengupayakan kemajuan rumah sakit dengan segala gagasan, usulan ataupun penemuan baru untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien.
ETIKA PELAYANAN PASIEN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU)


Sejak tahun 1986 perkembangan anestesiologi di Indonesia mencakup pengobatan pasien gawat (kritis) di kamar pulih dan ruang perawatan/terapi intensif (ICU). Seorang dokter berkewajiban menghormati martabat pasien. Kewajiban ini sangat penting dalam menghadapi pasien yang sakit kritis, karena jenis pengobatan/perawatan yang diberikan terutama untuk mempertahankan kehidupan. 

Sasaran intervensi medis di bidang perawatan/ terapi intensif ditujukan untuk : 
a) mempertahankan kehidupan berarti, 
b) mengurangi penderitaan, 
c) mengurangi kerugian pasien, dan 
d) memulihkan kesehatan

Pertimbangan etika dalam pelayanan kedokteran pada umumnya dan khususnya terhadap pasien gawat (kritis) sebaiknya mencakup prinsip-prinsip berikut, yaitu :
  1. Tindakan kedokteran yang baik dan berdasarkan pikiran yang sehat 
  2. Pengobatan apa saja yang sebaiknya dilakukan, bukan pengobatan apa saja yang dapat dilakukan 
  3. Pasien mempunyai hak untuk menerima hampir semua terapi dengan tepat, memperoleh informasi yang adekuat dan menerima atau menolak pengobatan. 
Dilema etika dalam pelayanan kesehatan modern untuk pasien gawat (kritis) di Unit Perawatan Intensif (ICU). Sebagian disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatnya biaya pengobatan, perbedaan tentang hak-hak pribadi, nilai-nilai sosial yang tidak pasti atau mungkin bertentangan satu sama lain serta berkembangnya hubungan antar tenaga pelaksana yang mendukung pelayanan kesehatan.

Problem yang dihadapi oleh petugas ICU, juga mencakup nilai-nilai individu, penghayatan tentang hidup dan definisi mati, tantang pemerataan keadilan, pemakaian, cara pengobatan canggih dan mutakhir serta harga yang mahal, penghentian pengobatan pasien dalam keadaan kritis, hubungan dengan tenaga keperawatan dan nonkeperawatan, hubungan dengan keluarga pasien dan masalah-masalah lainnya.

Cara kerja dan hubungan DSAn dan Dokter lain di ICU :
  1. Permintaan perawat di ICU harus diajukan oleh dokter yang merawat pasien secara lisan atau tertulis dengan menyebutkan alasannya. 
  2. DSAn yang bertanggung jawab di ICU menilai dulu kemudian memberikan persetujuan setelah mempertimbangkan keadaan pasien dan tempat yang tersedia. Serah terima pasien hendaknya disertai penjelasan permintaan alih rawat atau rawat bersama. 
  3. Pada alih rawat, DSAn sebagai penanggung jawab ICU berwenang sepenuhnya dalam hal terapi maupun konsultasi dengan dokter-dokter lain selama dirawat dan indikasi keluar dari ICU. 
  4. Dalam hal rawat bersama, dokter yang mengirim tetap melakukan evaluasi dan menganjurkan terapi baik diminta maupun tanpa diminta. 
  5. Konsultasi kepada dokter-dokter lain di luar ICU dapat diminta tanpa atau dengan persetujuan dokter yang mengirim; dengan demikian, penanggulangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan terpadu dalam satu tim yang multi disipliner. 
  6. Kepala ICU berlaku sebagai ketua tim.