Friday, February 7, 2014

Obat Anestesi Intravena

Halfian Tags
Obat anestesi Intravena adalah obat-obat yang digunakan untuk mencapai induksi dan pemeliharaan anestesi yang diberikan secara intravena.

Yang sering dipakai :

  • Gol. Barbiturat

  1. Na pentothal (pentothal)
  2. Na Tiamilal
  3. Na Metoheksital
  • Neuroleptik

  1. Droperidol

  2. Fentanil
  3. DBP (Droperidol, drolepton)
  • Ketamin (ketalar)

Yang populer digunakan di Indonesia : Pentothal dan Ketamin

Obat intravena digunakan :

  • Induksi : pentothal, ketalar : 5 mg/kgBB
  • Gunanya untuk mendapatkan neuroleptanalgesia, anestesi disosiasi, sedasi (sendiri atau kombinasi)
Sedang untuk maintenance digunakan anestesi inhalasi
Pada akhir operasi (± 15 menit sebelum operasi berakhir), obat dikurangi dan diberi muscle relacsan. Diberi juga antidotum dari morfin atau obat-obat analgetik lainnya. Pada akhir operasi jahitan terakhir selesai dan pasien buka mata.

PENTOTHAL

Larutan yang digunakan berkadar 2,5%, bersifat alkalis sehingga bila terjadi suntikan ekstravaskuler dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Larutan ini tidak terlalu stabil, akan tetapi selama larutan masih jernih, dapat dipakai dalam waktu 24 – 48 jam setelah pembuatan. Berkurangnya khasiat obat karena redistribusi.
sodium_penthotal
  1. Pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat. Tergantung dosis dan kecepatan pemberian dapat menyebabkan rasa mengantuk sampai koma. Mempunyai khasiat analgesi ringan dan antikonvulsan. Pada dosis yang tidak adekuat, justru mempunyai sifat antianalgesia. Pentothal menurunkan tekanan intrakranial, sering dipakai pada penderita yang menjalani Hypoxic Cerebral Damage Pasca Cardiac Arrest. Pentothal dapat mencegah kenaikan TIK pada waktu intubasi, kecuali bila penderita batuk.
  2. Pengaruh pada Sistem Pernapasan. Menimbulkan depresi, sampai terjadi apnoe, terutama bila pemberian terlalu cepat. Adanya obat premedikasi menambah kemungkinan terjadinya depresi napas. Sering menimbulkan spasme laring dan bronkus, hal ini karena Pentothal menambah kepekaan jalan napas terhadap suatu rangsangan.

PROPOFOL (DIFRIVAN)

Larutan emulsi dengan konsentrasi 1%, metabolisme sangat cepat, terutama karena biotransformasi. Dalam waktu 30 menit setelah pemberian, didapatkan kurang dari 20% propofol yang berada dalam sirkulasi. Onset dan recovery cepat seperti halnya pentothal, tetapi tidak ada hangover dan gangguan psikomotor. Insidens mual dan muntah yang rendah, menyebabkan penderita lebih cepat mobilisasi, dan untuk penderita rawat jalan lebih menguntungkan, karena bisa lebih cepat pulang.

Depresi jantung dan respirasi tergantung pada dosis, pada dosis potent tampaknya propofol sebanding dengan pentothal. Penurunan tekanan darah dan tahanan pembuluh darah perifer lebih besar dibandingkan dengan pentothal, akan tetapi perubahan denyut nadi dan stroke volume lebih nyata pada pemakaian pentothal. Insidens apnu sebanding dengan pentothal, akan tetapi apnu berlangsung lebih lama. Sebelum apnu didahului dengan penurunan volume tidal dan takipnu. Propofol tidak mempunyai khasiat analgesi, juga tidak menurunkan nilai ambang nyeri. Propofol juga menurunkan tekanan intra okuler sebesar 25 – 50%. Pengaruh terhadap hemodinamik dan metabolisme otak masih belum banyak diketahui.

Satu hal yang sering dikeluhkan penderita adalah rasa nyeri pada waktu induksi, yang dapat dikurangi dengan pemberian xylocaine atau penyuntikan pada vena besar di daerah volar atau v. Basilica/Cephalica. Penyulit lain berupa pusing, sakit kepala, adanya gerakan yang tidak terkoordinir atau batuk-batuk.

Dosis :



Propofol 2-2,5 mg/kgBB Intra vena
a. Total intravenous anestesi (Roberts, Anaesthesia 43, 1988)
b. Dosis induksi 2,5 mg/kgBB
c. Maintenance infusion rates :
  • 11 mg/kg/hr first 15 mins
  • 9 mg/kg/hr next 25 mins
  • 6 mg/kg/hr there after
d. Dipakai bersama dengan N2O selama maintenance (De Good Anaesthesia 42, 1987)
  • Loading dose 1 mg/kg BB
  • Maintenance infusion rates :
  • 10 mg/kg/hr first 10 mins
  • 8 mg/kg/hr next 10 mins
  • 6 mg/kg/hr there after

KETAMINE (KETALAR, KETAJET)

Disebut obat anestesi disosiasi (Dissociative Anaesthetic) karena mengakibatkan gangguan fungsi dan elektrofisiologi antara Thalamo-neorocortical dan Limbic Sistim. Dengan demikian setiap rangsangan yang diterima diinterpretasi lain. Hal ini menerangkan mengapa penderita yang mendapat suntikan ketamine kadang-kadang bermimpi buruk atau ber-halusinasi.

Setelah pemberian IV, ketamine secara cepat akan didistribusikan ke jaringan yang perfusinya tinggi, kemudian menagalami redistribusi ke jaringan lemak dan otot. Metabolisme secara cepat terjadi di liver, metabolitnya : Norketamine bersifat aktif. Kecepatan metabolisme ini tergantung pada Hepatic Blood Flow. Sesuai dengan rumus bangunnya dikenal 2 isomer, yaitu : R (-) dan S (+)
Ketamine bentuk S (+) lebih menguntungkan dan lebih paten daripada bentuk R (-).

Cara pemberian :

  • Ketamin sebagai obat tunggalDosis induksi 0,5 – 1,5 mg/kgBB IV perlahan-lahan (1-2 menit) kemudian dilanjutkan dosis maintenance ½-nya tiap 5 – 10 menit tergantung pada respon pasien. Setelah induksi intramuskular 5-10 mg/kgBB IM pembedahan dimulai dalam 5 –10 menit. Tanda “masuk” ke dalam stadium pembedahan adalah mulainya nystagmus dan pandangan mata yang menjadi kosong.

    Gerak-gerik kaki serta rintihan tidak selamanya berarti pasien bangun, kecuali jika jelas gerak dan rintihan tersebut mengiringi setiap stimulasi nyeri. Dosis ulangan ½ nya perlu diberikan setelah kira-kira 20-30 menit. Jika operasi sudah hampir selesai atau perlu tambahan dosis cepat karena pasien tanpa masih bangun, berikan IV 0,5 mg/kgBB

    Ketamin drip dapat diberikan sebagai upaya maintenance yang lebih ekonomis karena total dose jadi lebih sedikit. Dosis perjam adalah 2-4 mg/kg berat badan disesuaikan dengan respon pasien.

    Perlu dicatat bahwa ketamin masih memberikan analgesia selama satu jam post-operasi meskipun pasien sudah sadar kembali. Juga dengan dosis yang belum menyebabkan anestesia, ketamin sudah memberikan analgesia (0,2 – 0,5 mg/kgBB).
  • Ketamin sebagai obat kombinasiDapat diberikan sebagai supplement pada anestesia regional atau kombinasi dengan muscle relaxan untuk laparatomi. Ketamin tidak memberikan relaksasi otot bahkan menyebabkan rigiditas karena hipertonia otot. Jadi untuk operasi intra abdominal atau operasi lain yang memerlukan relaksasi (forceps extraction dan manipulasi jalan lahir) tak dapat dipakai sebagai obat tunggal.

    Kombinasi induksi ketamin 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjutkan dengan eter setelah bayi lahir sangat baik untuk Sectio Caesaria sebab dapat dijaminkan bahwa tidak terjadi depresi oleh obat anestetika pada bayi dalam uterus, kombinasi dengan halotan harus ditangani dengan hati-hati.

    Di satu pihak ketamin menyebabkan pengeluaran katekolamin, di lain pihak halotan menyebabkan myocard peka terhadap katekolamin.
Efek ketamin :
  1. Pengaruh pada Sistem Saraf Pusat. Ketamine meningkatkan Cerebral Blood Flow dan ICP, sebagai akibat peningkatan tekanan darah dan vasodilatasi otak, peningkatan ICP tersebut dapat dicegah dengan melakukan hiperventilasi sehingga terjadi penurunan PCO2 30 mmHg.

    Walaupun refleks laring tidak terganggu kecuali pada anestesi yang dalam, dilaporkan adanya aspirasi pada waktu induksi dengan ketamin, jadi untuk penderita dengan perut yang distensi atau puasa yang belum cukup, perlu diamankan dengan pemasangan pipa endotrakheal. Pada waktu induksi dapat pula terjadi gerakan-gerakan yang tidak terkoordinir, bahkan tonus yang meningkat, bila terjadi pada otot rahang dapat menimbulkan gangguan napas, bahkan sampai terjadi cianosis.
  2. Pengaruh pada Sistem SirkulasiKetamine mempunyai khasiat yang dapat mempertahankan integritas kardiovaskuler, dengan peningkatan rate/pressure product, tanpa menimbulkan perubahan stroke volume yang berarti pengaruh ketamin pada sistem sirkulasi disebabkan karena adanya rangsangan SSP yang meningkatkan denyut jantung dan karena terjadinya vasokonstriksi, selain itu juga terjadi hambatan Noradrenalin di serat postganglionik. Jika dilakukan hambatan pada sistem saraf simpatis maka ketamine akan mengakibatkan depresi pada miokard dan vasodilatasi perifer.

    Pemberian ketamine akan meningkatkan tekanan darah sebesar 30 – 40 mmHg, terjadi 3 – 5 menit setelah induksi, kemudian secara berangsur akan kembali ke tekanan darah normal dalam waktu 12 – 20 menit. Penggunaan ketamine jarang mengakibatkan aritmia.
  3. Pengaruh pada Sistem PernapasanDosis 1-2 mg/kgBB dapat menimbulkan depresi pernapasan, walaupun sifatnya minimal dan sebentar. Pada penderita dengan jalan napas yang peka penggunaan ketamine sangat menguntungkan, karena terjadi penurunan tahanan jalan napas dan mengurangi adanya bronchospasme. Ketamine meningkatkan produksi saliva dan sekret tracheobronchial, yang dapat dicegah dengan pemberian antisialogogue (misalnya sulfat atropin).

Salah satu hambatan penggunaan ketamine adalah adanya gangguan psikomotorik pada saat penderita mulai sadar, Insiden ini rendah bila digunakan pada penderita yang dilakukan Sectio Caesaria, atau penderita yang menggunakan kombinasi obat inhalasi/AIV lain. Benzodiazepines merupakan obat pilihan untuk mencegah timbulnya penyulit tersebut, dapat diberikan baik sebagai premedikasi atau diberikan sebelum penderita mulai bangun.

Halusinasi, teriak-teriak, menangis, gerakan tak teratur, mimpi buruk, ini menyebabkan pemakaian ketamin agak kurang. Insiden terjadinya hal ini antara 5 – 30% dari penderita yang dianestesi dengan ketamin.

Hal ini juga dipengaruhi oleh :
  1. Sex perempuan lebih banyak daripada laki-laki
  2. Dosis ketamin  pemakaian > 2 mg/kgBB insiden naik
  3. Umur
    • < 16 tahun insiden kurang
    • > 16 tahun insiden naik
    • pada orang tua insiden turun lagi
       
  4. Penderita-penderita yang ketakutan sebelum operasi insiden naik
Bagaimana terjadinya
Hal ini berhubungan dengan kerja ketamine pada susunan saraf pusat. Ketamine mengadakan dissociative anestesi pada area thalamus dan limbic. Kedua area ini secara normal akan meneruksan rangsangan dari saraf tepi ke cortex cerebri yang sesuai sehingga didapat gambaran yang benar tentang rangsangan-rangsangan yang masuk tadi.

Dengan pemberian ketamine maka rangsangan yang masuk dari saraf tepi tadi, ditafsir salah oleh cortex cerebri (ketamine mengganggu jalan rangsangan di thalamus dan limbic area) sehingga terjadi gambaran halusinasi, mimpi yang tak menyenangkan, gerakan-gerakan tak terkoordinasi dan sebagainya.

Bagaimana cara penanggulangannya
Ada 2 cara :
  1. Secara psikologis (kejiwaan). Proprioceptive penderita diberikan penjelasan tentang hal-hal yang positif yang sehubungan dengan operasinya sehingga penderita lebih tenang menghadapi operasi.
  2. Dengan menggunakan obat-obatan. Obat-obatan yang sering dipakai adalah golongan Benzodiazepine.

BENZODIAZEPINE

Merupakan obat yang :
  1. Margin of safety-nya luas (batas keselamatan besar)
  2. Memberikan anterograde amnesia
  3. Menghilangkan rasa cemas
  4. Sedative dan hypnotic
  5. Pada dosis normal memberikan gangguan minimal pada jantung dan paru
Kerja Benzodiazepnines
Susunan saraf pusat mempunyai zat penghubung kimia (neurotrans-mitter) antara saraf yang satu dengan yang lainnya. Neurotransmitter ini ada yang bersifat penghambat (inhibitor) dan penerus (excitator).

Yang inhibitor misalnya :
  • Glycine
  • Gamma-amino-butyric acid
  • Taurin, dll
Yang excitator misalnya
  • Dopamine
  • Norepinephrine
  • Serotonin
  • Glutamat dan aspartat
Sebagai anti cemas :

Benzodiazepine menaikkan kemampuan Glycine sebagai inhibitor

Sebagai sedative dan hypnotic :

Kualitatif efek kerja golongan benzodiazepine mirip satu sama lain tetapi secara kuantitatif sifat farmakologik dan farmakokinetiknya berbeda. Mekanisme kerja dan tempat kerja pada SSP, kerja benzodiazepine diduga berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediator.

Aktifitas benzodiazepine yang telah diketahui ialah menimbulkan potensiasi terhadap kerja GABA pada neuron semua tingkat neuratixis. Midazolam termasuk kelas imidazol benzodiazepine yang terbaru, seperti semua benzodiazepine bekerja melalui reseptor spesifik benzodiazepine di SSP. Reseptor GABA adalah suatu neurotransmitter inhibitor terpenting yang mengatur influk ion klorida ke dalam membran neuron post synaptik untuk menimbulkan sedasi benzodiazepine dalam jumlah minimal harus ada.

GOLONGAN DROPERIDOL

Sediaan : 1 ml = 2,5 mg, 1 amp = 2 ml = 5 mg
  • Merupakan obat-obatan untuk gangguan jiwa
  • Menghilangkan rasa cemas untuk penderita gangguan jiwa
  • Kurang efektif untuk rasa cemas yang akut
  • Kerja obat ini dengan jalan menghambat kerja dopamine sebagai neurotransmitter excitator di susunan saraf pusat.
  • Onset of action 5 – 7 menit setelah pemberian IV
  • Duration of action 2 – 6 jam sampai 24 jam
  • Margin of safety luas (batas keselamatan lebar)
  • Metabolisme di hepar
  • Merupakan obat anti emetik yang kuat.
  • Dosis :
    Untuk premedikasi 1,25 mg intramuskular
    Untuk intravena 1,25 – 2,5 mg cukup efektif

Catatan
Merupakan alpha adrenergic blokade yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dapat menyebabkan tensi turun.
Jangan diberikan pada penderita :
  • hipovolemia
  • penderita parkinson
  • epilepsi
  • adanya gejala extrapyramidal
Dengan adanya alpha adrenergic blokade menyebabkan obat ini dapat mengurangi hipertensi pada pemakaian ketamine (ketamine menyebabkan pengeluaran adrenalin)

EFEK SAMPING

Berbeda dengan obat anestesi inhalasi, maka obat AIV mempunyai sifat bahwa sekali obat dimasukkan, tidak ada cara lain untuk mempercepat pengeluaran obat tersebut (One way Traffic). Pengaruh obat AIV akan menurun karena proses REDISTRIBUSI dan BIOTRANSFORMASI. Pada dasarnya efek samping yang terjadi dapat dibagi menjadi :

1. Berhubungan dengan INDUKSI
  • eksitasi
  • batuk spasme hiccup
  • depresi jantung dan sirkulasi
  • nyeri suntik
2. REAKSI JARINGAN
  • trombophlebitis
  • kerusakan jaringan bila ekstravasasi atau keliru masuk arteri
3. Berhubungan dengan RECOVERY
  • psikis, eksitasi
  • mual, muntah
  • pusing, sakit kepala, hangover
  • tidur lama
3. HYPERSENSITIVITY
  • reaksi anaphylaksis, skin rash
  • bronchospasme

Tuesday, February 4, 2014

Tahap Anestesi umum

Halfian Tags

Tahap Anestesi Umum

Tahap I

  • Mulai saat pemberian anestesi sampai hilangnya kesadaran
  • Pasien masih ikut perintah
  • Terdapat analgesi

Tahap II

  • Hilangnya kesadaran dan refleks bola mata dan pernapasan mulai tidak teratur (kadang-kadang hilang)
Napas : Tidak teratur baik irama maupun amplitudo. Irama kadang-kadang cepat lalu pelan, amplitudo sesaat besar sesaat lagi kecil
  • Bola mata : masih bergerak
  • Pupil : sedikit lebar
  • Refleks : Refleks jalan napas meningkat
  • Pasien masih dapat batuk sampai terjadi laryngospasme,
  • Hipersalivasi
  • Bisa muntah dan berisiko aspirasi pneumonia
  • Penderita sering berontak

Tahap III (Tahap pembedahan, surgical state)

  • Mulai dari pernapasan yang teratur sampai berhentinya napas spontan (arrest napas)
    anestesi-umum
  • Napas jadi teratur seperti orang tidur
  • Refleks bulu mata hilang
  • Otot-otot mulai lemas
Plana I
  • Napas : teratur, amplitudo dalam, gerak dada dan perut serentak, pernapasan dada sangat nyata
  • Bola mata : masih bergerak
  • Pupil : kecil
Plana II
  • Napas : sama plana I, hanya besarnya amplitudo me¯
  • Bola mata : tidak bergerak
  • Pupil : -
Plana III
  • Napas : gerak perut lebih dominan daripada gerak otot dada. Gerak dada tertinggal (sudah mulai paralisis). Otot-otot pernapasan tambahan lebih aktif, otot-otot diafragma lebih berperan untuk memenuhi Tidal Volume.
  • Bola mata : tidak bergerak
  • Pupil : mulai melebar sedang, refleks cahaya masih (+)
Plana IV
  • Napas : tinggal napas perut saja, inspirasi cepat seperti terisak / gasping, terjadi pause (waktu istirahat) setelah ekspirasi lama. Akhirnya napas akan berhenti total pada Tahap IV
  • Bola mata : tidak bergerak
  • Pupil : melebar maksimal, refleks cahaya (-)

Tahap IV (Medullar paralysis)

Mulai berhentinya napas spontan sampai terjadinya gagal sirkulasi (circulatory arrest)
Tahap-tahap anestesi di atas dapat dikenal dengan memperhatikan :
Napas, gerakan bola mata, lebar pupil, ada tidaknya beberapa refleks.

Tanda Napas
Merupakan tanda yang penting karena :
  1. Baik buruknya napas langsung mempengaruhi hidup matinya pasien
  2. Dengan selalu mengawasi tanda napas sekaligus akan dapat diawasi ada tidaknya gangguan napas
  3. Pada operasi daerah muka dan kepala, tanda-tanda mata tidak dapat diawasi. Sehingga yang diawasi ada tidaknya gangguan napas serta dipakai patokan hemodinamik
  4. Jika tanda lain tidak cocok dengan napas, maka yang dipakai adalah tanda napas
Dalam menilai tanda napas :
  • Irama : teratur atau tidak
  • Amplitudo : dangkal atau dalam
  • Sifat : perut atau dada
  • Fase : gerak dada serentak atau tidak dengan gerak perut
Tanda gerakan bola mata
Mudah ditetapkan berdasarkan bergerak atau diam
  1. Bila bola mata masih bergerak : tahap III plana I atau lebih dangkal lagi
  2. Bila bola mata diam (fixed) : tahap III plana II atau lebih dalam lagi
Lebar pupil
Kecuali pada tahap II, makin lebar pupil berarti makin dalam anestesiDipengaruhi oleh :
  1. Efek Morfin pupil mengecil
  2. Efek Atropin pupil melebar
  3. Pada orang tua pupil sudah kaku sehingga walaupun anestesi sudah dalam mungkin pupilnya masih kecil
Refleks-refleks
Menilai kedalaman anestesi melalui penilaian refleks diantaranya :
  1. Bulu mata (Eye lash) : hilang pada tahap III (tidur dalam)
  2. Refleks pharynx : muntah hilang pada tahap III plana I (guedel airway bisa dipasang)
  3. Refleks larynx : batuk hilang pada stadium III plana II (endotracheal tube bisa dipasang)

Perawatan pasca anestesi

  1. Lakukan Monitoring dengan cermat :
  2. Tanda vital
  3. Efek obat anestesi (anestesi dikeluarkan melalui inhalasi dan urine)
  4. Penanganan nyeri pasca operasi

Monday, February 3, 2014

Anestesi Inhalasi

Halfian Tags
Setelah sebelumnya pasien mendapat premedikasi sesuai dengan yang direncanakan, pasien kemudian akan menjalani periode anestesi agar operasi dapat dilakukan sesuai dengan rencana. Untuk dapat memilih obat anestesi yang sesuai, perlu dipahami tentang dasar-dasar anestesi umum. Anestesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar yang reversibel karena obat-obat anestesi yang disertai dengan hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh. Komponen dasar dari anestesi ialah :
  • Narkosis 
  • Analgesia 
  • Relaksasi 

Tahapan Anestesi Umum
  1. Induksi : Mulai masuknya obat anestesi sampai hilangnya kesadaran, dapat diberikan secara parenteral maupun inhalasi 
  2. Maintenance : Tahapan anestesi dimana pembedahan dapat berlangsung dengan baik (untuk para ahli bedah) 
  3. Pengakhiran anestesi : diusahakan penderita sadar bila pembedahan sudah selesai

ANESTESI INHALASI

Anestesi inhalasi merupakan keadaan yang unik, dimana jalan napas digunakan sebagai jalan masuknya obat bius ke dalam tubuh. Dalamnya anestesi umum berbanding langsung dengan tekanan parsial dari obat anestesi dalam otak.

 
Faktor-faktor yang menentukan tekanan gas anestesi dalam arteri dari otak ialah :

  1. Tekanan parsial gas anestesi yang diinspirasi
  2. Ventilasi paru
  3. Pemindahan gas anestesi dari alveoli ke dalam aliran darah
  4. Pemindahan gas anestesi dari aliran darah ke seluruh jaringan

1. Tekanan parsial gas anestesi yang diinspirasi


mesin-pembiusan
mesin anestesi umum
Tekanan gas anestesi yang diinspirasikan dapat diatur oleh alat vaporizer. Bila tekanan yang diinspirasikan tetap maka tekanan parsial gas anestesi dalam arteri akan sama dengan tekanan parsial gas anestesi yang diinspirasikan.
Untuk mempercepat induksi konsentrasi gas anestesi yang diinspirasikan harus lebih tinggi dari tekanan parsial yang diharapkan dalam jaringan. Setelah tekanan yang diinginkan tercapai maka tekanan parsial yang diinspirasikan diturunkan sampai pada batas untuk mempertahankan dalamnya anestesi.

2. Ventilasi paru
Ventilasi paru mempengaruhi kecepatan masuknya gas anestesi ke dalam peredaran darah. Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi dalam sirkulasi dan jaringan. Pengaruh ventilasi ini tampak lebih nyata pada gas anestesi yang larut dalam darah, misalnya halotan dan eter.

3.Pemindahan gas anestesi dari alveoli ke dalam aliran darah
Membrana alveoli dengan mudah dapat dilewati gas anestesi secara difusi, dari alveoli ke aliran darah ataupun sebaliknya dari aliran darah ke alveoli. Pada kerusakan jaringan paru, misalnya emphisema paru, difusi akan terganggu. Faktor yang mempengaruhi difusi gas anestesi dari alveoli ke aliran darah ialah :
  1. Kelarutan gas anestesi dalam darah
  2. Kecepatan aliran darah melalui paru
  3. Tekanan parsial gas anestesi dalam arteri dan vena
a) Kelarutan gas anestesi dalam darah
Kelarutan gas anestesi dalam darah dinyatakan dengan perbandingan konsentrasi gas anestesi dalam darah dengan konsentrasi gas anestesi dalam gas anestesi yang diinspirasikan sesudah terjadi keseimbangan. Gas anestesi yang sudah larut dalam darah, untuk mencapai keseimbangan dibutuhkan waktu yang lama juga. Untuk gas anestesi sudah larut dalam darah, darah merupakan tempat penyimpanan gas anestesi sehingga untuk mencapai keseimbangan dibutuhkan gas anestesi yang lebih banyak.
b) Kecepatan aliran darah melalui paru
Kecepatan difusi gas anestesi dan udara ke aliran darah tergantung kontak antara udara inspirasi dengan aliran darah. Bertambah cepat aliran darah paru akan bertambah cepat pula difusi gas anestesi tersebut.
c) Tekanan parsial gas anestesi dalam arteri dan vena
Kecepatan difusi ke dalam aliran darah berbanding langsung dengan perbedaan tekanan parsial gas anestesi dalam alveoli dan dalam darah. Karena tekanan parsial gas anestesi dalam aliran darah bertambah, beban paru akan bertambah.

4. Pemindahan gas anestesi dari aliran darah ke seluruh jaringan
Tekanan parsial gas anestesi dalam jaringan meningkat secara bertahap sampai mencapai keseimbangan dengan dalam arteri.
Hal ini tergantung pada :
  1. Kelarutan gas anestesi dalam jaringan
  2. Tekanan parsial gas anestesi dalam darah arteri dan jaringan
Jaringan yang mempunyai aliran darah lebih cepat, keseimbangan lebih cepat tercapai. Pengeluaran gas anestesi dimulai dari penurunan tekanan parsial gas anestesi dalam darah arteri yang kemudian diikuti oleh penurunan dalam jaringan.


Cara (teknik) pemberian anestesi inhalasi

  1. Sistem terbuka (open drop)
  2. Sistem setengah terbuka (semi open)
  3. Sistem tertutup (closed)
  4. Sistem setengah tertutup (semi closed)
Perbedaan open method dan closed method


Open Method
Closed Method
  1. Tidak ada rebreathing
  2. Tidak ada absorbed CO2
  1. Ada udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing)
  2. Menggunakan absorbed CO2 (soda lime)

1. Open method
Prinsip :
Obat inhalasi diteteskan pada masker (sungkup) dari kawat yang dilapisi dengan 5-7 lembar gause. Obat akan menguap setelah bercampur dengan udara.
Contoh : Ether, chloroform, etil clorida
Keuntungan :
  • Sederhana
  • Mudah dilakukan
  • O2 dari udara
  • Tidak terjadi akumulasi CO2
Kekurangan :
  • Boros
  • Mudah terjadi kebakaran/ledakan
  • Dapat mengiritasi kulit muka
  • Level anestesi lama tercapai

2. Semi open method
Prinsip : Sama open method kecuali sungkup ditutup kain tebal sehingga gas anestesi bisa bertahan lebih lama
Keuntungan :
  • Sama open method, dan
  • Konsentrasi obat lebih tinggi
  • Induksi lebih cepat
Kekurangan :
  • Sama open method, dan
  • Bisa terjadi akumulasi CO2 dalam sungkup (mudah terjadi hipoksia)

3. Semi closed method
Prinsip : Pasien diinhalasikan melalui suatu masker tertutup yang dihubungkan dengan suatu reservoir (breathing bag) dimana gas atau obat inhalasi bercampur dengan O2 sebelum obat inhalasi terdahulu diuapkan melalui vaporizer
Udara ekshalasi akan terbuang keluar melalui suatu sistem klep yang dihubungkan dengan masker
Keuntungan :
  • Lebih irit
  • Tidak terjadi akumulasi O2
  • Bahaya kebakaran dan ledakan kurang
Kekurangan :
  • Kalau soda lime sudah tua bisa terjadi akumulasi CO2 (CO2 narcosis)
  • Debu soda lime dapat mengiritasi paru pasien (soda lime ini biasanya ditambahkan filter)

4. Closed method
Prinsip : Obat inhalasi setelah diuapkan diinhalasikan melalui suatu sistem tertutup. Jadi terjadi 100% rebreathing dari udara ekshalasi yang CO2-nya sebelumnya diikat oleh suatu absorbed.
Alat absorbed ini disebut “Canister” yang berisi soda lime yang mengandung campuran NaOH dan Ca(OH)2 --> ada sirkuit anestesi

Saturday, February 1, 2014

Mengenal ilmu anestesi (anestesiologi)

Halfian Tags
Pada era globalisasi ini, masih ada anggapan yang kurang benar dari para dokter baik dokter umum maupun spesialis, lebih-lebih dari orang awam terhadap anestesiologi atau ilmu anestesi. Anggapan yang kurang benar tersebut ialah bahwa ilmu anestesi identik dengan kegiatan praktek di dalam kamar operasi untuk memberikan obat yang akan membuat penderita masuk dalam keadaan tidak sadar atau terbius, sehingga dokter bedah dapat melakukan tugasnya yaitu melakukan pembedahan terhadap penderita, padahal keadaan tersebut di atas merupakan gambaran anestesiologi pada awal sejarah pertumbuhannya.

anestesiologi

Sejarah anestesiologi diawali pada tanggal 16 oktober 1846 oleh Willian T.G. Morten yang berhasil mendemonstrasikan penggunaan ether didepan umum di Masachusetts General Hospital pada tindakan operasi. Morten adalah seorang dokter gigi yang pada saat yang sama juga menjadi mahasiswa kedokteran. Oleh dr. Oliver Wendell Holmes kemudian tindakan tersebut dinamakan anestesia.

Dalam perjalanannya, anestesiologi pernah mengalami periode stagnasi yang panjang, yang hanya kadang-kadang jasa dan kemajuan sedikit dan sporadik yaitu periode tahun 1846 sampai akhir perang dunia I (1920). Namun demikian dalam kurun waktu tersebut terdapat beberapa tokoh yang perlu dikenang antara lain John Snow dari London (1813 – 1857), yang merupakan dokter pertama yang mengabdi diri sepenuhnya pada bidang anestesi. John Snow disamping seorang anestetist juga seorang guru dan peneliti, serta juga dikenal sebagai bapak epidemiologi. 

Tokoh lain ialah James Young Simpson yang merintis Obstetric Anesthesia, Colton yang dikenal karena menemukan Nitrous Oksida (1863), Paul Bert (1887), Claude Bernard yang banyak konstribusinya dalam fisiologi narkosi Halstead dengan anestesi lokal, Leonard Corning dengan epidural anestesi dan August Bier dengan spinal anestesia dan anestesi regional intravena.

Sedangkan perkembangan anestesiologi di Indonesia telah dirintis oleh Prof. Muh. Kaelam. Selain perkembangan dalam teknik anestesi, alat anestesipun berkembang dan dikenal beberapa era. Perkembangan ini dimulai dari era permulaan yaitu tahun 1846 – 1850 dimana pada waktu itu anestesi dilakukan hanya dengan menggunakan sapu tangan yang ditetesi chloroform atau menggunakan ether yang diberi dengan handuk yang dilipat yang kemudian ditutupkan pada hidung penderita. Menjelang abad ke-21 ini obat-obat anestesi dan teknik pemberiannya sudah berkembang pesat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era komputerisasi.

RUANG LINGKUP ANESTESIOLOGI DI JAMAN MODERN

Anestesiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang tidak berorientasi pada organ atau umur, tetapi pada fungsi. Dengan demikian maka hubungan dengan cabang-cabang ilmu kedokteran (klinik) yang lain cukup banyak, bahkan seringkali di ruang lingkup anestesi merupakan titik temu persilangan cabang ilmu medik dan bedah.

Ruang lingkup anestesiologi kini sudah jauh berbeda dibanding dengan keadaan yang digambarkan pada awal sejarah seperti diatas. Anestesiologi tidak lagi dibatasi oleh ruang pembedahan, tetapi telah meluas ke ruang pulih sadar dan terapi/perawatan intensif.

Di dalam mukadimah AD-ART Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi sebagai cabang dari ilmu kedokteran, adalah ilmu yang mendasari berbagai usaha dalam hal pemberian anestesia dan analgesia, serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan-tindakan lainnya : melakukan tindakan bantuan resusitasi kepada penderita-penderita yang gawat, mengelola Unit Perawatan Intensif, memberi pelayanan terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun, bersama-sama dengan cabang ilmu kedokteran yang lain serta masyarakat ikut aktif mengelola kedokteran gawat darurat.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DOKTER ANESTESI

Tindakan anestesi adalah tindakan ilmu kedokteran (bukan perawatan), karena itu tindakan anestesi hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter dan sebaiknya Dokter Spesialis Anestesiologi (DSAn). Bila tindakan ini dilakukan oleh perawat anestesi maka ini adalah atas instruksi dan tanggung jawab dokter bedah.

Di kamar bedah dokter anestesi adalah partner dokter bedah. Masing-masing anggota tim mempunyai tugas dan tanggung jawab tersendiri. Dokter bedah melakukan tugas pembedahan untuk menghilangkan penyakit dan mengoreksi kelainan anatomi pasien, sedang tugas dokter anestesi adalah :
  1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama pembedahan atau prosedur medik lain (diagnostik, instrumentasi, terapoetik). 
  2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga fungsi organ tubuh dalam batas-batas normal sehingga keselamatan melakukan tugas secara mudah dan efektif. 
  3. Menciptakan kondisi operasi yang sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan tugas secara mudah dan efektif. 
Tugas lain dokter anestesi di luar kamar bedah adalah :
  1. Mengelola pasien yang kritis akut oleh sebab pembedahan, penyakit berat atau kecelakaan. Tugas ini dilakukan di ICU 
  2. Mengelola penderita dengan keluhan nyeri 
  3. Mengelola tindakan resusitasi pada pasien gawat darurat yang terancam kelangsungan hidupnya apapun sebabnya. 
POKOK-POKOK ETIKA DALAM PELAYANAN ANESTESI

Dari tahun ke tahun pola pikir manusia berkembang terus. Telah pula terjadi berbagai kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang anestesiologi yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan taraf dan kualitas hidup manusia itu sendiri. Kemajuan tersebut selain menyebabkan peningkatan kualitas profesi anestesiologi, juga menyebabkan timbulnya beraneka ragam permasalahan, antara lain mahalnya pelayanan anestesiologi. 
Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi terjadi perubahan tata nilai dalam masyarakat. Masyarakatpun semakin kritis dalam memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan dalam bidang anestesiologi. Masyarakat kini menuntut agar seorang dokter anestesiologi atau instansi rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan anestesiologi yang lebih baik. Materi etika terutama berisi kewajiban-kewajiban saja tanpa mencantumkan hak-hak profesi.

Etika pelayanan anestesiologi akan selalu mengacu pada induknya yaitu Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang mencakup :
  1. Setiap Dokter Spesialis Anestesiologi (DSAn) harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter. 
  2. Seorang DSAn harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran yang tertinggi. 
  3. Dalam melakukan pekerjaan kedokteran seorang DSAn tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. 
  4. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etika : 
    • Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri .
    • Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keterampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi .
    • Menerima imbalan lain diluar imbalan yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan/atau kehendak pasien .
    • Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani hanya diberikan untuk kepentingan pasien.
  5. Setiap DSAn harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang diuji kebenarannya .
  6. Seorang DSAn hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. 
  7. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang DSAn harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. 
  8. Kerjasama antara dokter dan pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya harus dilandasi oleh saling pengertian yang sebaik-baiknya. 
Kewajiban terhadap pasien :

Dalam KODEKI dikemukaan 5 pasal mencakup kewajiban seorang dokter terhadap pasien. Untuk bidang anestesiologi, kewajiban ini dapat ditungkan dalam beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan, yaitu :
  1. Kunjungan pra anastesia, dalam hal ini pelaksanan anastesia berkewajiban mengunjungi pasien sebelum anestesia untuk melakukan pra anestesia. Dalam Standard Pelayanan Medik tidak ditentukan batasan kapan kunjungan ini sehari sebelumnya. Yang penting pelaksana anestesia harus menilai dahulu sebelum menentukan seorang pasien untuk layak anestesia. 
  2. Pemeriksaan pasien harus dilakukan dengan legeartis, dengan memperhatikan segala sarana dan prasarana yang tersedia. Rahasia pribadi pasien harus dijaga, lebih-lebih jika pasien tidak ingin kondisi tubuh diketahui orang lain. 
  3. Memberi informasi mengenai anestesia/analgesia yang dilakukan kepada pasien atau keluarga. Tindakan ini merupakan bagian dari informed consent (persetujuan setelah penjelasan), dimana lebih banyak mengandung unsur medikolegal karena berkaitan dengan hak dasar pasien. Tanpa persetujuan ini akan mengakibatkan tindakan dokter tidak sah, seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MENKES/PER/IX/89 
  4. Pengawasan ketat terhadap pasien selama masih berada dibawah pengaruh anestesia/analgesia di kamar pulih atau unit perawatan intensif (ICU) atau di bangsal. 
  5. DSAn yang berpraktek dalam bentuk kelompok dianggap praktek dalam satu kesatuan. Meskipun demikian pasien harus diberitahu bahwa terdapat lebih satu dokter yang memberikan pelayanan. Setiap anggota kelompok tetap bertanggung jawab sendiri atas pelayanan profesi yang diberikan. 
  6. Seorang DSAn yang tidak melakukan praktek selama 3 tahun terus-menerus, sebelum memulai praktek kembali harus mengikuti latihan di tempat pendidikan berpraktek didampingi oleh DSAn yang bertanggung jawab untuk satu masa paling sedikit 2 bulan. 
Kewajiban terhadap sesama dokter spesialis anestesiologi :
  1. Perasaan kolegialitas harus dibina di antara sesama DSAn. 
  2. Jika melaksanakan pelimpahan pasien, informasi mengenai pasien dan rencana teknik anestesi/analgesia harus jelas 
  3. Harus dicegah agar tidak terjadi usaha menggunakan seseorang DSAn untuk keuntungan pribadi (keuangan, balas budi) oleh DSAn lain 
  4. Bila seorang DSAn di suatu rumah sakit/tempat praktek berhalangan memberikan pelayanan anestesi, maka ia wajib minta digantikan oleh DSAn lain yang terdaftar di rumah sakit/tempat praktek tersebut terlebih dulu. Bila ini tidak memungkinkan, maka ia dapat mencari pengganti DSAn lain. 
  5. Seorang DSAn yang mempunyai jadwal anestesia lebih dari 3 pada waktu bersamaan, maka ia harus melimpahkan kelebihannya kepada DSAn yang lain dengan mendahulukan DSAn yang sudah terdaftar di rumah sakit/tempat praktek tersebut. 
  6. Seorang yang sudah terdaftar di suatu rumah sakit/tempat praktek harus mendapat kesempatan melakukan praktek profesinya di rumah sakit/tempat praktek itu. Menjadi kewajiban DSAn yang terdaftar di rumah sakit itu untuk memberi kesempatan dan mengatur jadwal dan hari prakteknya. 
  7. Bila terdapat pertikaian dan perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan antar sesama DSAn yang menyangkut praktek profesi anestesiologi sebaiknya meminta bantuan organisasi untuk ikut menyelesaikannya. 
  8. Hal-hal lain harus dengan KODEKI 
Kewajiban terhadap sejawat bidang lain :
  1. Perasaan kolegialitas harus mendasari hubungan antar sejawat 
  2. Rujukan dari dokter lain harus diikuti dengan keterangan dan maksud yang jelas 
  3. Indikasi atau indikasikontra dan teknik anestesia/analgesia ditentukan oleh DSAn, bukan oleh dokter spesialis lain. 
  4. Pembatalan tindakan bedah yang memerlukan anestesia analgesia harus dilakukan berdasarkan pertimbangan dan persetujuan DSAn dan operator 
  5. Pertentangan DSAn dan dokter spesialis lain dapat diselesaikan melalui Panitia Etika Rumah Sakit. 
Kewajiban terhadap paramedik keperawatan dan paramedik nonkeparawatan :
  1. Kerjasama dalam satu tim dengan paramedik dalam penanganan pasien senantiasa dibina 
  2. Dalam pelayanan anastesia, perawat anestesia bertugas membantu DSAn. Tetapi dalam bidang perawatannya mempunyai tugas mandiri. Pelayanan anestesia dapat dilakukan oleh perawat anestesi sebagai tugas limpah di bawah tanggung jawab DSAn. 
  3. Rasa tanggung jawab dalam diri paramedik sehubungan dengan kerjasama tim hendaknya ditumbuhkan dan terus dipupuk 
  4. Penambahan ilmu yang ada hubungannya dengan lingkup pekerjaan sehari-hari perlu diberikan berkala kepada paramedik 
  5. Seorang DSAn hendaknya menjadi panutan dalam pelaksanaan sehari-hari 
Kewajiban terhadap rumah sakit :
  1. Melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan Pedoman Pelayanan Anestesiologi yang telah ditetapkan oleh ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia (IDSAI) dan Standard Pelayanan Medik yang telah diputuskan oleh ikatan dokter Indonesia (IDI) baik dalam segi pendidikan, penelitian maupun pelayanan. 
  2. Melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan disiplin, jujur dan bertanggung jawab 
  3. Mengupayakan kemajuan rumah sakit dengan segala gagasan, usulan ataupun penemuan baru untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien.
ETIKA PELAYANAN PASIEN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU)


Sejak tahun 1986 perkembangan anestesiologi di Indonesia mencakup pengobatan pasien gawat (kritis) di kamar pulih dan ruang perawatan/terapi intensif (ICU). Seorang dokter berkewajiban menghormati martabat pasien. Kewajiban ini sangat penting dalam menghadapi pasien yang sakit kritis, karena jenis pengobatan/perawatan yang diberikan terutama untuk mempertahankan kehidupan. 

Sasaran intervensi medis di bidang perawatan/ terapi intensif ditujukan untuk : 
a) mempertahankan kehidupan berarti, 
b) mengurangi penderitaan, 
c) mengurangi kerugian pasien, dan 
d) memulihkan kesehatan

Pertimbangan etika dalam pelayanan kedokteran pada umumnya dan khususnya terhadap pasien gawat (kritis) sebaiknya mencakup prinsip-prinsip berikut, yaitu :
  1. Tindakan kedokteran yang baik dan berdasarkan pikiran yang sehat 
  2. Pengobatan apa saja yang sebaiknya dilakukan, bukan pengobatan apa saja yang dapat dilakukan 
  3. Pasien mempunyai hak untuk menerima hampir semua terapi dengan tepat, memperoleh informasi yang adekuat dan menerima atau menolak pengobatan. 
Dilema etika dalam pelayanan kesehatan modern untuk pasien gawat (kritis) di Unit Perawatan Intensif (ICU). Sebagian disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatnya biaya pengobatan, perbedaan tentang hak-hak pribadi, nilai-nilai sosial yang tidak pasti atau mungkin bertentangan satu sama lain serta berkembangnya hubungan antar tenaga pelaksana yang mendukung pelayanan kesehatan.

Problem yang dihadapi oleh petugas ICU, juga mencakup nilai-nilai individu, penghayatan tentang hidup dan definisi mati, tantang pemerataan keadilan, pemakaian, cara pengobatan canggih dan mutakhir serta harga yang mahal, penghentian pengobatan pasien dalam keadaan kritis, hubungan dengan tenaga keperawatan dan nonkeperawatan, hubungan dengan keluarga pasien dan masalah-masalah lainnya.

Cara kerja dan hubungan DSAn dan Dokter lain di ICU :
  1. Permintaan perawat di ICU harus diajukan oleh dokter yang merawat pasien secara lisan atau tertulis dengan menyebutkan alasannya. 
  2. DSAn yang bertanggung jawab di ICU menilai dulu kemudian memberikan persetujuan setelah mempertimbangkan keadaan pasien dan tempat yang tersedia. Serah terima pasien hendaknya disertai penjelasan permintaan alih rawat atau rawat bersama. 
  3. Pada alih rawat, DSAn sebagai penanggung jawab ICU berwenang sepenuhnya dalam hal terapi maupun konsultasi dengan dokter-dokter lain selama dirawat dan indikasi keluar dari ICU. 
  4. Dalam hal rawat bersama, dokter yang mengirim tetap melakukan evaluasi dan menganjurkan terapi baik diminta maupun tanpa diminta. 
  5. Konsultasi kepada dokter-dokter lain di luar ICU dapat diminta tanpa atau dengan persetujuan dokter yang mengirim; dengan demikian, penanggulangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan terpadu dalam satu tim yang multi disipliner. 
  6. Kepala ICU berlaku sebagai ketua tim.