Saturday, January 1, 2022

Apendisitis Akut

Apendisitis adalah kegawatdaruratan abdomen yang paling umum terjadi. Risiko setiap orang untuk mengalami apendisitis selama hidupnya adalah sekitar 7% dan biasanya memerlukan penanganan bedah. Kejadian keseluruhan dari kondisi ini adalah sekitar 11 kasus per 10.000 penduduk per tahun. Apendisitis akut dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun relatif jarang terjadi pada usia ekstrem. Ada peningkatan insiden pada pasien kulit putih yang berusia antara 15 dan 30 tahun dimana kejadian meningkat menjadi 23 per 10.000 populasi per tahun. Setelah itu, insidensi penyakit menurun seiring bertambahnya usia.

Kondisi ini lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio pria terhadap wanita 1: 1 sampai 3: 1. Risiko seumur hidup keseluruhan adalah 9% untuk pria dan 6% untuk wanita. Perbedaan tingkat kesalahan diagnostik berkisar antara 12% sampai 23% untuk pria dan 24%-42% untuk wanita. Nilai ini adalah rata-rata yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di layanan medis yang kurang maju. Sebagian besar pasien adalah ras kulit putih (74%) dan sangat jarang pada ras kulit hitam (5%). Sementara diagnosis klinis mungkin mudah dilakukan pada pasien yang mengalami tanda dan gejala klasik, namun presentasi yang tidak khas dapat menyebabkan kebingungan diagnostik dan keterlambatan dalam penanganan.

ASPEK KLINIS

Nyeri abdomen adalah keluhan utama yang menyertai pasien apendisitis akut. Urutan diagnostik nyeri kolik di sentral abdomen diikuti oleh muntah dengan migrasi nyeri ke fosa iliaka kanan terjadi hanya pada 50% pasien. Biasanya, pasien menggambarkan nyeri kolitis periumbilikal yang meningkat selama 24 jam pertama, menjadi konstan dan tajam, dan bermigrasi ke fosa iliaka kanan. Nyeri awal merupakan gejala alih akibat inervasi viseral pada midgut, dan nyeri lokal disebabkan oleh keterlibatan peritoneum parietal setelah terjadinya proses inflamasi. Kehilangan nafsu makan seringkali menjadi ciri utama. Konstipasi dan mual dengan muntah yang berlebihan dapat mengindikasikan terjadinya peritonitis generalisata setelah perforasi, tetapi jarang menjadi ciri utama pada apendisitis sederhana (Tabel 1).

Tabel 1. Akurasi (rasio kemungkinan) temuan dari anamenesis dan pemeriksaan fisik dalam mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak-anak

Temuan Klinis
Dewasa
Anak-anak
Nyeri kuadran kanan bawah
Migrasi nyeri (dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah)
Impresi klinis awal dari ahli bedah
Tanda psoas
Demam
Nyeri yang mendahului muntah
Nyeri tekan lepas
Nyeri tekan rektal
8,4
3,6
3,5
3,2
3,2
2,7
2,0
-
-
1,9-3,1
3,0-9,0
2,5
3,4
-
3,0
2,3
Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami demam ringan. Perforasi harus dicurigai bila suhu melebihi 38,3°C. Jika terjadi perforasi, flegmon atau abses periappendiks akan terbentuk jika ileum terminal, sekum, dan omentum dapat "memadamkan" peradangan. Peritonitis biasanya terbentuk jika ada perforasi bebas ke rongga perut (Tabel 1)

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis apendisitis bisa menjadi tantangan, bahkan di tangan klinisi yang paling berpengalaman, dan sebagian besar bersifat klinis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang akurat penting untuk mencegah pembedahan yang tidak perlu dan menghindari komplikasi. Probabilitas apendisitis tergantung pada usia pasien, kondisi klinis, dan gejala.

Skor Alvarado, yang awalnya dijelaskan pada tahun 1986, adalah sistem penilaian yang paling banyak dilaporkan untuk apendisitis akut. Namun, skor ini saja tidak cukup akurat untuk mendiagnosis atau menyingkirkan apendisiitis (Tabel 2).

Tabel 2. Skor Alvarado untuk mendiagnosis apendisitis
Temuan Klinis
Poin
Migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah
Anoreksia
Mual dan muntah
Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah
Nyeri tekan lepas
Kenaikan suhu (≥99.1oF =37.3oC)
Leukositosis (sel darah putih ≥10.000/mm3)
Pergeseran hitung sel darah putih ke kiri (netrofil >75%)
1
1
1
2
1
1
2
1

Pasien dengan skor ≥7 poin memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami apendisitis. Pasien dengan skor < 5 memiliki risiko yang amat rendah untuk mengalami apendisitis.

Keakuratan keseluruhan untuk mendiagnosis apendisitis akut kira-kira sebesar 80%, yang sesuai dengan tingkat appendektomi negatif negatif rata-rata , yaitu 20%. Akurasi diagnostik bervariasi menurut jenis kelamin, dengan kisaran 78% - 92% pada pria dan 58% -85% pada pasien wanita.(tabel 3)

Tabel 3. Sensibilitas dan spesifisitas gejala dan tanda pada diagnosis apendisitis akut
Gejala dan Tanda
Sensibilitas
Spesifisitas
Hiporeksia
Mual dan muntah
Diare
Demam
Nyeri tekan lepas
Leukositosis
Protein C-reaktif
58%-91%
40%-72%
9%-24%
27%-74%
80%-87%
42%-96%
41%-48%
37%-40%
45%-69%
58%-65%
50%-84%
69%-78%
53%-76%
49%-57%

ANAMNESIS


Bagi sebagian besar pasien yang mendatangi unit gawat darurat dengan apendisitis akut, nyeri abdomen akan menjadi keluhan utama mereka. Mereka yang datang dalam onset beberapa jam pertama sering menggambarkan nyeri konstan yang didefinisikan dengan buruk yang dirujuk pada daerah periumbilikus atau epigastrik. Mual, muntah, dan anoreksia terjadi dalam berbagai tingkat, meskipun biasanya terdapat di lebih dari 50% kasus pada semua penelitian.

Dengan penyakit yang berkembang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nyeri menjadi sangat jelas dan terjadi di daerah kuadran kanan bawah di dekat titik McBurney. Oleh karena itu, dokter sebaiknya tidak menganggapnya sebagai sine qua non untuk diagnosis apendisitis akut. Kegagalan untuk mengenali presentasi apendisitis akut lainnya akan menyebabkan penundaan diagnosis dan peningkatan morbiditas pasien.

Pasien dengan apendiks retrosekal atau yang datang pada bulan-bulan kehamilan selanjutnya mungkin memiliki rasa sakit yang terbatas pada sebelah kanan atau sudut kostovertebral. Pasien laki-laki dengan apendiks retrosekal mungkin mengeluhkan nyeri testis kanan. Lokasi apendiks yang mengalami inflamasi di panggul atau retroileal yang akan menjalar ke pelvis, rektum, adneksa, atau jarang ke kuadran kiri bawah. Nyeri suprapubik subsekal dan pelvis serta peningkatan frekuensi kencing bisa menjadi keluhan yang mendominasi.

PEMERIKSAAN FISIK

Sejauh ini, temuan fisik yang paling mungkin adalah nyeri abdomen, yang terjadi pada lebih dari 95% pasien apendisitis akut. Pasien sering menemukan posisi dekubitus lateral yang tepat dengan sedikit fleksi pada panggul sebagai posisi yang paling nyaman. Perut umumnya lunak dengan nyeri tekan lokal pada atau sekitar titik McBurney.

Wajah pasien sering memerah, dengan lidah kering dan disertai faetor oris (bau mulut). Perbedaan antara suhu aksila dan rektum yang melebihi 1° C mengindikasikan adanya radang panggul yang mungkin disebabkan oleh apendisitis atau radang panggul lainnya.

Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya nyeri tekan hebat dan kekakuan muskular pada fosa iliaka kanan. Dapat ditemukan nyeri tekan lepas, namun sebaiknya tidak ditimbulkan untuk menghindari distres pada pasien. Pasien sering menemukan bahwa gerakan akan memperburuk rasa nyeri dan jika mereka diminta untuk batuk, nyeri seringkali akan terbatas pada fosa iliaka kanan.

Nyeri tekan perkusi, tahanan, dan nyeri tekan lepas adalah temuan klinis yang paling andal yang menunjukkan diagnosis apendisitis akut. Tahanan otot secara volunter di kuadran kanan bawah biasa terjadi dan biasanya mendahului nyeri tekan. Tanda-tanda apendisitis berikut adalah yang banyak dijelaskan, namun semuanya terjadi pada kurang dari 40% pasien apendisitis akut, dan bahkan ketidakhadiran tanda tersebut seharusnya tidak mencegah pemeriksa untuk menegakkan diagnosis yang akurat.
  • Nyeri tekan lepas Blumberg (gambar 1A) 
  • Tanda Rovsing, nyeri alih ke daerah nyeri tekan saat perkusi atau palpasi di kuadran kiri bawah (gambar 1B) 
  • Tanda psoas positif (nyeri kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan) (gambar 1C) 
  • Tanda obturator (nyeri kuadran kanan bawah saat fleksi dan rotasi internal pada panggul kanan) tergantung pada lokasi apendiksm yang berhubungan dengan otot-otot ini dan derajat inflamasi apendiks (gambar 1D) 
Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan nyeri abdomen kanan. A. Tanda Blumberg, B. Tanda Rovsing, C. Tanda psoas, D. Tanda obturator

pemeriksaan_fisis_apendisitis

Pemeriksaan rektal menawarkan sedikit akurasi diagnostik yang lebih lanjut. Pemeriksaan rektal harus dilakukan pada pasien yang dicurigai dengan patologi pada pelvis atau uterus, atau gejala atipikal yang menunjukkan adanya apendisitis pelvis atau retrosekal.

TEMUAN LABORATORIUM

Data laboratorium pada saat presentasi biasanya mengungkapkan peningkatan leukositosis dengan pergeseran kiri (left shift). Neutrofilia lebih dari 75% akan terjadi pada sebagian besar kasus. Hal ini tidak berlaku untuk pasien lanjut usia, penderita immunokompromais, dengan kondisi seperti keganasan atau AIDS. Leukositosis diamati pada kurang dari 15% pasien tersebut.

Pengukuran kadar protein C-reaktif (CRP) sangat mungkin mengalami peningkatan pada apendisitis jika gejala timbul lebih dari 12 jam. Menariknya, kombinasi peningkatan CRP, peningkatan sel darah putih, atau neutrophilia lebih dari 75% dapat meningkatkan sensitivitas hingga 97% - 100% untuk diagnosis apendisitis akut. Jadi, untuk pasien dengan nilai normal untuk ketiga pemeriksaan ini, kemungkinan untuk adanya apendistis akut akan rendah.

Urinalisis menunjukkan abnormalitas pada 19% - 40% pasien apendisitis akut. Abnormalitas tersebut meliputi piuria, bakteriuria, dan hematuria.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan pencitraan harus dilakukan hanya pada pasien dengan diagnosis apendisitis yang tidak dapat ditegakkan secara klinis dan laboratorium (Tabel 4).

Tabel 4. Akurasi pencitraan untuk diagnosis apendisitis akut

Pemeriksaan
Sensibilitas
Spesifisitas
Nilai Prediktif
Positif
Negatif
Foto abdomen
USG
CT-scan
Skintigrafi
97,05%
44% - 90%
72% - 97%
91% - 98%
85,33%
47% - 95%
91% - 99%
91% - 99%
78,94%
89% - 94%
92% - 98%
98,08%
89% - 97%
95% - 100%

a. Radiografi Polos Abdomen

Foto polos abdomen menunjukkan abnormalitas pada 95% pasien apendisitis. Tanda-tanda radiografi yang menunjukkan apendisitis meliputi fekalith di appendiks, udara di apendiks, level cairan-udara (air fluid level) atau distensi ileum terminal, sekum, atau kolon asenden (tanda ileus paralitik lokal), hilangnya bayangan sekum, pengaburan atau obliterasi otot psoas kanan, skoliosis vertebra lumbalis ke kanan, pemadatan di sendi sakroiliaka kanan, dan udara atau cairan bebas intraperitoneal. Appendicolith yang mengalami kalsifikasi divisualisasikan pada foto abdomen dari 13% -22% pasien apendisitis akut (Tabel 5).

Tabel 5. Sensibilitas (persentase) temuan radiografi pada diagnosis apendisitis akut
Tanda Radiografi
Sensibilitas (%)
Gambaran feses di sekum
Ileus adinamik / paralitik lokal
Gambaran peningkatan densitas jaringan lunak
Gambaran udara di dalam apendiks
Apendikolith
Skoliosis lumbal
Menghilangnya gambar sekum
Deformitas sekum
97,05
15-55
12-33
< 2
7-22
1-14
1-8
4-5

Sejak tahun 1999, telah dipelajari tanda radiologis baru, yang ditandai dengan gambar dengan adanya feses di dalam sekum. Dari sebuah penelitian dengan 460 pasien yang dikonfirmasi mengalami apendisitis, kami memverifikasi bahwa tanda radiologis ini memiliki sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas 85% bila dibandingkan dengan kondisi peradangan lain pada perut kanan, seperti kolesistitis, penyakit radang panggul, dan nefrolitiasis. Temuan penting lainnya adalah nilai prediksi negatif yaitu sebesar 98%. Jadi, dengan tidak adanya gambar pemuatan feses di dalam sekum, kemungkinan apendisitis akut adalah 2%. Tanda ini hilang pada hari pertama setelah appendektomi pada 94% pasien (Gambar 2A). Tanda ini nampaknya disebabkan oleh ileum sekum, dipicu oleh proses inflamasi. Isi sekum tetap tersimpan dan tidak dapat dipindahkan ke usus besar kanan karena terjadi gerakan yang kecil di dalam sekum. Kondisi ini menyebabkan pembesaran sekum dan adanya pemuatan feses yang diidentifikasi pada foto polos abdomen (Gambar 2A).

Gambar 2. Gambaran abdomen pada apendisitis. A. Foto polos abdomen menunjukkan distensi sekum dengan gambaran feses di dalamnya, B. USG abdomen menunjukkan pembesaran apendiks dengan dinding yang tebal, C. USG Doppler menunjukkan apendiks yang mengalami inflamasi. Amati feses yang tertampung di dalam sekum.

gambar_radiologis_apendisitis


b. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan pemeriksaan yang cepat, tidak invasif, murah, dan tidak memerlukan persiapan pasien atau administrasi bahan kontras. Meskipun keterampilan operator merupakan faktor penting dalam semua pemeriksaan USG, namun sangat penting dalam pemeriksaan pasien dengan nyeri kuadran kanan-bawah. Di tangan yang berpengalaman, USG telah melaporkan sensitivitas sebesar 75%-90%, spesifisitas 86% -95%, akurasi 87% -96%, nilai prediksi positif 91% -94%, dan nilai prediksi negatif 89% -97 % untuk mendiagnosis apendisitis akut.

Apendiks terlihat pada USG sebagai struktur yang berlapis, memanjang, dan tepi yang samar. Tidak seperti usus halus, apendiks yang meradang terfiksir, tidak kompresibel, dan tampak bulat pada gambar melintang. Pengukuran apendiks dilakukan dengan kompresi penuh. Secara tradisional, diagnosis apendisitis dibuat saat diameter apendiks yang dikompresi melebihi 6 mm. Sebaliknya, apendiks yang berdinding tebal dan tidak bisa dikompres, dipertahankan pada posisi tetap oleh transduser yang mengkompresi, akan menunjukkan warna melingkar saat meradang. Perforasi appendiks dapat didiagnosis saat apendiks menunjukkan kontur yang tidak teratur atau bila diidentifikasi adanya kumpulan cairan periappendiks (Gambar 2B).

Pemeriksaan USG Doppler biasanya menunjukkan peningkatan vaskularitas di dalam dan sekitar apendiks yang mengalami peradangan akut. Pemeriksaan ini berguna sebagai tanda tambahan apendisitis bila pengukuran appendiceal tidak jelas, dimana tidak pasti apakah apendiks yang dicitrakan normal atau meradang (Gambar 2C).

c. Computed tomography (CT)

CT merupakan alternatif diagnostik yang sangat baik untuk semua pasien yang lain. CT merupakan tambahan untuk USG dan direkomendasikan setiap kali hasil USG tidak optimal, tidak pasti, atau normal pada pasien dengan nyeri abdomen akut. USG juga melengkapi CT dan mungkin sangat berguna pada pasien kurus di mana hasil CT awal, tidak peduli bagaimana kinerjanya, menunjukkan hasil yang tidak jelas. Analisis data untuk CT dan USG menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi (96% vs 76%), akurasi (94% vs 83%), dan nilai prediksi negatif (95% vs 76%) untuk CT.

CT Helical telah melaporkan sensitivitas sebesar 90% -98%, spesifisitas 91% -98%, akurasi 94% -98%, nilai prediksi positif 92% -98%, dan nilai prediksi negatif 95% -98% untuk mendiagnosis apendisitis akut.

Apendiks yang meradang terlihat sebagai struktur tubular bertepi samar yang membesar, sering dikaitkan dengan striktur inflamasi di lemak sekitarnya. Secara tradisional, diameter ambang 6 mm digunakan untuk diagnosis apendisitis. Namun, studi pada orang dewasa sehat mengungkapkan bahwa kisaran normal ukuran appendiks pada pasien dewasa adalah 3-10 mm. Dengan demikian, dengan menggunakan ukuran ambang apendiks sebesar 9 mm, nilai tersebut menjadi lebih akurat untuk diagnosis apendiks. Gambaran radiografi yang sama dari pemuatan feses di dalam sekum yang melebar dapat divisualisasikan pada CT dengan adanya apendisitis akut (Gambar 2D).

d. Magnetic resonance imaging (MRI)

Pencitraan MRI muncul sebagai alternatif untuk CT pada pasien hamil dan pada pasien yang memiliki alergi terhadap bahan kontras iodium. Pencitraan MRI memiliki peran yang terbatas dalam pemeriksaan kecurigaan apendisitis. Meskipun penggunaan pencitraan MRI menghindari radiasi pengion, namun memiliki beberapa kelemahan, termasuk biaya tinggi, durasi pemeriksaan yang lama, dan ketersediaan yang terbatas di UGD. Menurut beberapa penulis, penggunaan pencitraan MRI terbatas pada pasien hamil yang hasil USG-nya tidak meyakinkan. Pada pencitraan MRI, apendiks diidentifikasi sebagai struktur tubular dengan perpanjangan T1 dan T2 intraluminal. Apendisitis didiagnosis dengan menggunakan ambang ukuran yang digunakan untuk CT. Perubahan inflamasi divisualisasikan sebagai hiperintensitas T2 pada lemak periappendiceal.

Tidak ada efek merugikan yang diketahui dari pencitraan MRI pada kehamilan di manusia, namun keamanan pencitraan MRI belum terbukti dengan pasti. Meskipun pemanasan jaringan akibat gelombang frekuensi radio, stimulasi akustik berpotensi membahayakan janin. Kondisi ini tetap ada selama waktu yang tidak terbatas, diekskresikan oleh ginjal janin dan kemudian ditelan oleh janin dengan cairan ketuban. Meskipun tidak ada bukti efek mutagenik atau teratogenik gadolinium pada manusia, efek mutagenik terlihat pada penelitian hewan. Oleh karena itu pendekatan konservatif menghindari penggunaan gadolinium bila memungkinkan pada trimester pertama.

e. Skintigrafi

Usus yang mengalami inflamasi memiliki sifat kemotaktik yang kuat dan leukosit secara aktif menginvasi apendiks pada apendisitis akut. Migrasi dan akumulasi leukosit radioaktif di apendiks adalah dasar untuk penmeriksaan ini pada pasien yang diyakini mengalami apendisitis akut. Pemindah Indium-111 yang dilabel leukosit memiliki sensitivitas sebesar 86% dan spesifisitas 93% dalam mendiagnosis apendisitis akut. Meskipun sebagian besar pemindaian ini dilakukan pada 2 jam setelah injeksi, sesekali penundaan gambar hingga 17-24 jam diperlukan.

Pemindaian leukosit berlabel koloid m-albumin Technetium-99 (TAC-WBC) tampak lebih unggul daripada Indium-111 karena lebih murah, membutuhkan waktu persiapan yang lebih singkat, memerlukan sedikit waktu untuk memindai positif (dalam 2 jam), dan memiliki dosis penyerapan radiasi yang lebih rendah, dibandingkan dengan indium-111. Sensitivitas keseluruhan metode ini adalah 89% dan spesifisitasnya 92%. Pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan dalam mendiagnosis apendisitis pada wanita, dengan hanya sensitivitas sebesar 75% dan 43% nilai prediktif positif pada subkelompok ini. Keterbatasan pemindai leukosit berlabel radionuklida meliputi biaya, keterlambatan diagnosis, paparan radiasi, persentase pemindaian yang relatif sangat inderterminan dan penurunan sensitivitas dan spesifisitas pada wanita.

KESIMPULAN

Terlepas dari gangguan yang berhubungan dengan nyeri pada sisi kanan abdomen yang telah dijelaskan sejak berabad-abad yang lalu dengan berbagai nama dan dugaan patofisiologi, apendisitis masih merupakan penyakit yang penuh dengan misteri. Ribuan penelitian telah dikembangkan di semua bidang yang terkait dengan apendiks, namun masih belum diketahui peran organ ini dan patofisiologi apendisitis yang tepat. Semua teori masih kontroversial dan tidak ada gejala atau tanda yang dapat dianggap patognomonik pada apendisitis akut. Dengan demikian, diagnosis penyakit inflamasi apendiks ini terus menjadi sebuah tantangan medis.