Definisi Drowning atau tenggelam sangat bervariasi. Sebelumnya drawning didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh asfiksia akibat aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan atau akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan dimana tenggelam tidak terbatas di dalam air seperti sungai, danau, atau kolam renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air. Pada kongres dunia untuk tenggelam tahun 2002 di Amsterdam, sekelompok ahli mengusulkan konsensus baru untuk mendefiniskan tenggelam untuk mengurangi kebingungan dari berbagai istilah dan definisi yang ada. Tenggelam, yang dahulu dianggap sebagai kematian yang secara langsung disebabkan oleh asfiksia (“asphyxial death”), kini diketahui terdiri dari serangkaian gangguan fisiologis dan biokimiawi yang seluruhnya memiliki peranan penting terhadap akibat fatal dari tenggelam. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan memberikan gambaran yang berbeda-beda pada hasil pemeriksaan korban.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan saat naik kapal, berolahraga air, maupun yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan korban lebih jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada korban dewasa biasanya korban sebelumnya dianiaya, kemudian untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air. Dengan demikian, pemeriksaan kasus tenggelam juga ditujukan untuk mengetahui apakah kasus tersebut merupakan kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri.
Tenggelam merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Di seluruh dunia setiap tahun dilaporkan sekitar 150.000 kematian terjadi akibat tenggelam. Namun tingkat mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam yang sebenarnya sulit ditentukan karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan banyaknya korban yang tidak mendapat pelayanan mediskemungkinan angka ini mendekati 500.000 kematian. Secara umum 90% kasus tenggelam terjadi di air tawar (danau, sungai, kolam) dan 10% terjadi di air laut. Tenggelam di dalam cairan lain lebih jarang terjadi dan biasanya merupakan kecelakaan kerja. Laki-laki disebutkan 4-5 kali lebih sering mengalami kejadian tenggelam ini dibandingkan wanita.
Beberapa klasifikasi tenggelam yang dibuat oleh para ahli :
1. Typical drowning (wet drowning)
Ini merupakan kejadian tenggelam yang paling umum. Sekitar 80-90% angka kejadian tenggelam adalah tipe ini. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban tenggelam. Paru tampak khas dengan gambaran “drowning lungs” dan terjadi baik di air tawar maupun air asin meskipun ciri lebih lanjut dari tenggelam di air tawar maupun air asin akan tampak berbeda.
Pada wet drowning, meskipun korban berusaha untuk menahan nafas selama mungkin, pada akhirnya akan mencapai titik dimana tubuh akan berusaha secara tidak sadar untuk mengambil oksigen yakni bila kadar karbondioksida dalam darah sangat tinggi dan kadar oksigen telah sangat rendah (PaO2 di bawah 100mmHg). Proses menarik nafas yang involunter ini akan menarik sejumlah besar air ke dalam saluran nafas dan ke dalam lambung. Korban dapat muntah dan terjadi aspirasi cairan lambung. Proses involunter ini akan berlanjut hingga beberapa menit hingga akhirnya mereda sendiri. Korban akan tidak sadarkan diri seiring dengan hipoksia serebral yang tetap berlanjut hingga irreversibel lagi dan pada akhirnya terjadilah kematian yang didahului oleh gangguan irama dan gagal jantung .
2. Atypical drowning (Dry Drowning)
Dry drowning secara harfiah berarti tenggelam kering atau tenggelam tanpa air. Proses tenggelam tipe ini meliputi sekitar 10-20% dari seluruh angka kejadian kasus tenggelam. Disebut dry drowning karena pada keadaan ini paru korban berbeda kondisinya bila dibandingkan dengan paru pada korban wet drowning oleh karena tidak adanya atau hanya sedikit cairan dari luar yang berhasil masuk ke dalam paru. Beberapa penyebab kematian pada dry drowning adalah :
a. Laryngeal spasm
Pada keadaan ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan, kematian disebabkan oleh refleks laringospasme yang cepat dan menetap disertai proses asfiksia yang cepat. Pada sebagian besar kasus tenggelam, spasme laring yang terjadi biasanya sementara saja dan akan segera relaksasi kembali namun pada kasus ini (meskipun sangat jarang ditemukan) spasme laring menetap. Korban hanya menunjukkan tanda asfiksia berupa sianosis dan petechial hemorraghes tanpa tanda khas drowning sama sekali.
b. Immersion syndrome (vagal inhibition/reflex cardiac arrest )
Terjadi terutama pada anak-anak dan peminum alkohol yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), yang menyebabkan terpicunya refleks vagal oleh reseptor kulit yang terpapar suhu dingin tersebut yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral. Pada orang dengan kondisi emosi yang sedang tinggi atau kekenyangan sebelum berenang juga dapat menjadi faktor predisposisi. Kehilangan kesadaran dapat terjadi seketika dan diikuti kematian beberapa menit kemudian.
c. Submersion of the unconscious
Bisa terjadi pada korban yang memang menderita epilepsi atau menderita penyakit jantung khususnya coronary atheroma atau hipertensi, atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air, atau dapat pula pecahnya aneurisma serebral dan muncul perdarahan serebral yang terjadi tiba-tiba. Seringkali terjadi meski korban hanya tenggelam di air yang dangkal.
d. Post immersion syndrome ( near drowning dan secondary drowning)
Near drowning adalah suatu keadaan gangguan sistem saraf pada korban yangmasih hidup setelah lebih dari 24 jam (walaupun hanya untuk sementara) diselamatkan dari suatu episode tenggelam. Cedera pada sistem saraf pusat dilaporkan menjadi sebab utama dari morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan vital tubuh, terutama otak, menjadi faktor lain dari morbiditas dan mortalitas akibat dari near drowning.3 Secondary drowningadalah suatu keadaan penurunan fungsi paru yang menyebabkan menurunnya pertukaran gas dalam paru akibat hilang atau berkurangnya surfaktan. Terjadi dalam beberapa jam hingga 48 jam dan lebih cepat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. 5 Kematian muncul beberapa waktu setelah korban tenggelam diselamatkan (dan diangkat dari air) akibat komplikasi seperti pneumonia, aspirasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
PATOFISIOLOGI SPASME LARYNX PADA KASUS TENGGELAM
a. Anatomi dan sistem persarafan laring.
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara, pengaturan nafas dan sebagainya. Di bagian superiornya membuka ke dalam laringofaring, dan diinferiornya bersambung dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan (yaitu: hioid, epiglottis, tiroid, aritenoid dan krikoid) yang dihubungkan oleh ligamentum dan digerakkan oleh otot.
Nervus vagus merupakan saraf sensori utama dari laring. Cabang laring internal dari nervus laring superior (dari n.vagus) merupakan saraf sensoris untuk bagian di atas kord vokalis (supra glottic), termasuk indera perasa (taste buds). Sementara nervus laring rekurren merupakan saraf sensoris untuk bagian glottis dan di bawah kord vokalis (sub glottic) dan mempersarafi seluruh otot-otot laring intrinsik. Sementara otot-otot ekstrinsik (krikotiroideus) dipersarafi oleh cabang dari nervus laring superior.14 Beberapa studi menunjukkan ada dua jenis reseptor pada laring, pertama adalah reseptor bereaksi lambat dan kedua adalah reseptor bereaksi cepat yang sangat sensitif terhada stimulasi bahan kimia. Serabut saraf sensoris di daerah epiglottis dapat diaktivasi oleh berbagai jenis rangsang termasuk air, namun rangsang mekanik rupanya memberi respon yang paling efektif.
b. Laryngospasme
Laryngospasme atau spame laring adalah tertutupnya glottis oleh otot-otot intrinsik laring yang tidak diinginkan/disadari dan merupakan refleks pertahanan tubuh untuk mencegah benda asing masuk ke saluran nafas yang lebih rendah (paru-paru).7 Pada sebagian besar kasus tenggelam (wet drowning), spasme laring ini hanya bersifat sementara namun sekitar 10-20% dari korban tenggelam yang digolongkan dry drowning, ditemukan spasme laring yang menetap hingga menutup jalan nafas korban sampai menjelang kematian terjadi.
Ketika korban masuk ke dalam air, sejumlah kecil air akan terinhalasi dan teraspirasi ke dalam laring atau trakea dan menyebabkan terpicunya refleks laring yang segera menutup jalan nafas. Sejumlah kecil air yang lolos teraspirasi akan mengiritasi dinding bronkus lebih lanjut yang akan menyebabkan mukosa bronkus mensekresi mukus tebal sebagai langkah proteksi.
Ketika kadar karbondioksida sudah sangat tinggi dan korban sangat hipoksia, akan memicu korban untuk menarik nafas. Diafragma akan turun dan otot-otot pernafasan mengembang, menyebabkan meningkatnya volume paru dan menurunnya tekanan dalam paru. Masalahnya adalah trakea dalam keadaan tersumbat sehingga udara tidak dapat masuk untuk menyeimbangkan tekanan negatif yang timbul. Akibatnya darah dari kapiler pulmonar tertarik masuk ke dalam alveoli akibat tekanan negatif tersebut. Hal ini akan menyebabkan rusaknya surfactan dan alveoli.
Air yang teraspirasi tadi akan bercampur dengan mukus membentuk busa berwarna putih, bila cukup banyak darah yang masuk ke alveoli maka busa akan berwarna pink. Terbentuknya busa ini akan semakin memperberat sumbatan jalan nafas.
Spasme laring akan berelaksasi segera sebelum kematian terjadi. Namun sumbatan fisik pada jalan nafas masih tetap ada berupa gumpalan mukus kental dan busa yang terbentuk tadi disertai kemungkinan munculnya spasme bronkiolar susulan sebagai refleks untuk mencegah air lebih jauh masuk ke dalam paru. Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak ditemukan.
TEMUAN OTOPSI PADA KORBAN MATI AKIBAT TENGGELAM
Berikut adalah beberapa temuan yang didapatkan pada korban tenggelam. Pada pemeriksaan luar, baik korban tenggelam wet drowning atau pun dry drowning dapat memberikan tanda yang sama namun pada pemeriksaan dalam seringkali korban dry drowning tidak memberikan tanda yang khas sebagaimana yang didapatkan pada korban wet drowning.
Ditemukan adanya cairan berbuih dari hidung dan mulut, yang dihasilkan dari campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Busa dapat berwarna putih, atau lebih merah muda jika berasal dari edema pulmonum. Terkadang busa tidak lagi keluar dari mulut dan hidung, terutama setelah dilakukan kompresi pada dinding dada. Namun jika dilakukan pemeriksaan dalam dapat masih ditemukan adanya busa pada saluran pernapasan atas dan bawah.
Terdapat tanda-tanda asfiksia seperti sianose pada kuku dan bibir. Mata tampakmerah karena perdarahan subconjuctiva, dari mulut dan hidung terdapat buih halus yang sukar pecah, kadang menjulur seperti lidah. Asfiksia dikatakan mulai terjadi sejak 2 menit setelah tenggelam. Kematian terjadi dalam 5 menit meskipun jantung masih berdetak hingga 10 menit. Dalam air yang lebih dingin, kematian kebih cepat terjadi..
Lebam mayat lebih banyak di bagian kepala, muka dan leher (karena posisi kepala di air lebih rendah). Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
Bila korban lama di dalam air bisa didapati telapak tangan dan kaki putih mengkerut seperti tangan tukang cuci(washer woman’s hand). Penenggelaman yang lama dapat menyebabkan maserasi yang progresif pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki dan area yang terpapar dengan gesekan. Semakin lama berada dalam air, proses maserasi yang terjadi dapat makin luas hingga mencapai bagian ekstensor dari lutut dan siku. Kulit pada area ini akan tampak menjadi berwarna putih, gembung, basah, keriput dan berombak. Semakin lama, epidermis dapat terkupas diikuti oleh kuku. Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan memberikan gambaran washer woman’s hand juga.
Dapat dijumpai adanya luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bawah bagian depan, yang dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau kolam, atau dengan benda-benda disekitarnya. Bisa juga akibat diserang oleh predator – predator air.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput laut, dahan atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Wet drowning
Paru-paru pada korban tenggelam wet drowning biasanya tampak sangat mengembangseperti balon (bulky and ballooned). Paru dalam keadaan ini tampak menutupi jantung dan menonjol keluar bila dinding dada dibuka hingga gambaran indentasi tulang dada tampak jelas di permukaan luar paru. Edema dan kongesti paru dapat sangat hebat sehingga beratnya mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru normal adalah sekitar 250-300 gram.
Tardieu’s spot (bercak oleh karena penekanan pembuluh darah di septum interalveolaris oleh udara dan air yang terperangkap) seringkali absen namun bercak perdarahan paltauff dikatakan ditemukan dalam 50% kasus. Bercak Paltauf merupakan bercak perdarahan yang besar terjadi akibat peningkatan tekanan yang menyebabkan rupturnya dinding alveolar. Ditemukan paling sering di permukaan anterior dan margin dari paru namun dapat juga ditemukan di subpleura bila telah terjadi perembesan atau ruptur lebih lanjut.
Paru-paru pucat dan diselingi bercak-bercak merah di antara jaringan yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak keluar cairan merah kehitaman bercampur buih dari irisan tersebut. Sementara di bawah mikroskop rongga alveolar sangat luas dan septanya ruptur atau sangat tipis. Keseluruhan keadaan ini dikenal dengan nama ”emphysema aquosum”.
Emfisema aquosum merupakan tanda dari usaha paksa korban untuk bernafas dan ditemukan pada korban yang tenggelam dalam keadaan sadar. Sementara pada korban yang tidak sadarkan diri saat tenggelam, akan ditemukan edema aquosum. Yakni merupakan suatu keadaan dimana air masuk dengan pasif ke dalam paru sehingga paru tampak dipenuhi oleh air tersebut.
Membran mukosa laring, trakea dan bronkus tampak kemerahan dan kongestif. Dapat ditemukan busa putih atau kemerahan di sepanjang lumen. Bila ditemukan lumpur, pasir, alga dan diatom terutama di bawah bifurcatio trachealis, kemungkinan tenggelam ante mortem sangat tinggi.
Pada rongga pleura dapat ditemukan bercak darah sebagai akibat perembesan dari pleura ataukah sebagai akibat disintegrasi postmortem antara paru dan pleura.
Terjadi perubahan pada jantung dan pembuluh darah. Jantung kelihatan lebih bulat dan bagian kirinya tampak kosong sementara bagian kanannya tampak dipenuhi darah vena berwarna gelap. Bila dilakukan tes konsentrasi klorida (Gettler test) terhadap jantung kiri dan kanan maka akan menunjukkan hasil sebagai berikut : Bila tenggelam di air tawar, konsentrasi klorida jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan (dikatakan turun hingga 50 %dari nilai normal). Sementara bila tenggelam di air asin, konsentrasi klorida jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri (hingga 30-40% dari nilai normal). Perbedaan kadar klorida antara jantung kiri dan kanan minimal 25% sudah mengisyaratkan kemungkinan kuat suatu kematian antemortem akibat tenggelam meskiun hasilnya negatif pada korban yangtenggelam akibat spasme laring atau inhibisi vagal.
Ditemukannya air dalam telinga tengah menunjukkan adanya kematian antemortem akibat tenggelam, sebab tidak mungkin air masuk ke rongga telinga tengah pada keadaan postmortem.
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.
Pada pemeriksaan secara mikroskopik bertujuan mencari ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikatyang tahan asam. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut. Biasanya ditemukan diatome pada saluran napas, jaringan paru, darah jantung, atau sumsum tulang. Diatome merupakan kelompok alga yang uniseluler, mikroskopik dengan dinding sel yang mengandung silika dan mengandung klorofil dan diatomin.
Diatome secara universal ditemukan pada air tawar dan air asin dan terdapat lebih dari 10.000 spesies diatome. Uji diatome didasarkan pada asumsi bahwa pada korban tenggelam diatome dalam media air tawar atau air laut akan terbawa masuk ke dalam parenkim paru bersama dengan air yang teraspirasi. Diatome kemudian akan masuk ke kapiler alveolar dan terbawa dalam aliran darah sirkulasi ke seluruh tubuh. Ukurannya yang sangat kecil memungkinan diatome masuk ke dalam hepar, ginjal, otan dan sumsum tulang femoral. Sampel untuk uji diatome diperoleh dengan mengambil beberapa ratus gram organ yang dicurigai mengandung diatome (paru, ginjal, hepar, atau otak) kemudian diberi asam sulfat dan asam nitrat untuk mendestruksi jaringan organ, baru kemudian di-sentrifuge dan dilihat dibawah mikroskop.
Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak titemukan pada dry drowning melainkan hanya tanda asfiksia mekanik klasik seperti sianosis, kongesti dan petechial hemorraghes yang luas. Bila terjadi sumbatan mekanik akibat laringospasme, maka pada paru tidak akan ditemukan air atau bila ditemukan hanya sedikit saja (meskipun mungkin agak banyak di dalam lambung). Tidak ditemukan adanya buih ataupun bila ada hanya sedikit. Demikian pula tidak ditemukan adanya emfisema aquosum pada paru.
Tanda-tanda asfiksia mekanik ini dapat juga disebabkan oleh penyebab kematian asfiksia mekanik lainnya sebelum korban masuk ke dalam air, oleh karena itu kemungkinan adanya penyebab lain ini harus benar-benar disingkirkan sebelum penegakan diagnosa kematian oleh laryngospasme diambil.8
KESIMPULAN
Drowning atau tenggelam adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.Namun berdasarkan temuan pada pemeriksaan luar maupun dalam pada korban mati akibat tenggelam, tidak semua korban tersebut memiliki gambaran yang khas untuk korban mati akibat tenggelam.
Pada kasus–kasus tenggelam yang meragukan seperti ini, tidak ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban tenggelam adalah mungkin disebabkan oleh :
1. Telah terjadi pembusukan.
Saluran napas dan paru-paru adalah salah satu organ yang cepat membusuk sehingga menyulitkan pemeriksaan .
2. Meninggal karena vagal inhibition/cardiac reflex.
Perlu pemeriksaan apakah ada trauma, penyakit wajar atau keracunan. Vagal inhibitiondapat terjadi akibat masuknya air secara mendadak kedalam larynx dan nasopharynx atau dari pukulan pada abdomen akibat jatuh secara horizontal kedalam air yang memicu reseptor dari nervus vagus yang berakibat ke sistem kardiovaskular yang dimulai dengan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian oleh karena gagal jantung.
3. Meninggal karena laryngeal spasme
Secara umum , spasme laring dalam kasus tenggelam dapat dipicu oleh reflek vagal lokal di laring. Sementara pada immersion syndrome , vagal reflek berperan lebih luas dalam menyebabkan refleks kardiak oleh adanya vagal inhibisi. Pada beberapa kasus derajat dan lamanya spasme adalah sedemikian sehingga kematian disebabkan oleh karena asphyxia ,tetapitanpa ada tanda tenggelam pada paru korban.
Untuk menegakkan diagnose laryngeal spasme, sebab kematian lain harus disingkirkanterlebih dahulu. Harus diingat bahwa pada pemeriksaan post mortem tidak ditemukan lagi adanya gambaran spasme larynx. Tanda adanya asfiksia seperti sianosis pada bibir dan atau bawah kuku dan perdarahan pada konjungtiva bulbi dan kelopak mata dapat sedikit membantu menegakkan diagnosis. Tidak ada tanda khas yang pasti dapat menentukan diagnosis dan membedakan dengan jenis atypical drowning yang lain.
Disusun oleh : Phiank dan Haikal Khusaini
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan saat naik kapal, berolahraga air, maupun yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan korban lebih jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada korban dewasa biasanya korban sebelumnya dianiaya, kemudian untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air. Dengan demikian, pemeriksaan kasus tenggelam juga ditujukan untuk mengetahui apakah kasus tersebut merupakan kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri.
Tenggelam merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Di seluruh dunia setiap tahun dilaporkan sekitar 150.000 kematian terjadi akibat tenggelam. Namun tingkat mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam yang sebenarnya sulit ditentukan karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan banyaknya korban yang tidak mendapat pelayanan mediskemungkinan angka ini mendekati 500.000 kematian. Secara umum 90% kasus tenggelam terjadi di air tawar (danau, sungai, kolam) dan 10% terjadi di air laut. Tenggelam di dalam cairan lain lebih jarang terjadi dan biasanya merupakan kecelakaan kerja. Laki-laki disebutkan 4-5 kali lebih sering mengalami kejadian tenggelam ini dibandingkan wanita.
Beberapa klasifikasi tenggelam yang dibuat oleh para ahli :
1. Typical drowning (wet drowning)
Ini merupakan kejadian tenggelam yang paling umum. Sekitar 80-90% angka kejadian tenggelam adalah tipe ini. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban tenggelam. Paru tampak khas dengan gambaran “drowning lungs” dan terjadi baik di air tawar maupun air asin meskipun ciri lebih lanjut dari tenggelam di air tawar maupun air asin akan tampak berbeda.
Pada wet drowning, meskipun korban berusaha untuk menahan nafas selama mungkin, pada akhirnya akan mencapai titik dimana tubuh akan berusaha secara tidak sadar untuk mengambil oksigen yakni bila kadar karbondioksida dalam darah sangat tinggi dan kadar oksigen telah sangat rendah (PaO2 di bawah 100mmHg). Proses menarik nafas yang involunter ini akan menarik sejumlah besar air ke dalam saluran nafas dan ke dalam lambung. Korban dapat muntah dan terjadi aspirasi cairan lambung. Proses involunter ini akan berlanjut hingga beberapa menit hingga akhirnya mereda sendiri. Korban akan tidak sadarkan diri seiring dengan hipoksia serebral yang tetap berlanjut hingga irreversibel lagi dan pada akhirnya terjadilah kematian yang didahului oleh gangguan irama dan gagal jantung .
2. Atypical drowning (Dry Drowning)
Dry drowning secara harfiah berarti tenggelam kering atau tenggelam tanpa air. Proses tenggelam tipe ini meliputi sekitar 10-20% dari seluruh angka kejadian kasus tenggelam. Disebut dry drowning karena pada keadaan ini paru korban berbeda kondisinya bila dibandingkan dengan paru pada korban wet drowning oleh karena tidak adanya atau hanya sedikit cairan dari luar yang berhasil masuk ke dalam paru. Beberapa penyebab kematian pada dry drowning adalah :
a. Laryngeal spasm
Pada keadaan ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan, kematian disebabkan oleh refleks laringospasme yang cepat dan menetap disertai proses asfiksia yang cepat. Pada sebagian besar kasus tenggelam, spasme laring yang terjadi biasanya sementara saja dan akan segera relaksasi kembali namun pada kasus ini (meskipun sangat jarang ditemukan) spasme laring menetap. Korban hanya menunjukkan tanda asfiksia berupa sianosis dan petechial hemorraghes tanpa tanda khas drowning sama sekali.
b. Immersion syndrome (vagal inhibition/reflex cardiac arrest )
Terjadi terutama pada anak-anak dan peminum alkohol yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), yang menyebabkan terpicunya refleks vagal oleh reseptor kulit yang terpapar suhu dingin tersebut yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral. Pada orang dengan kondisi emosi yang sedang tinggi atau kekenyangan sebelum berenang juga dapat menjadi faktor predisposisi. Kehilangan kesadaran dapat terjadi seketika dan diikuti kematian beberapa menit kemudian.
c. Submersion of the unconscious
Bisa terjadi pada korban yang memang menderita epilepsi atau menderita penyakit jantung khususnya coronary atheroma atau hipertensi, atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air, atau dapat pula pecahnya aneurisma serebral dan muncul perdarahan serebral yang terjadi tiba-tiba. Seringkali terjadi meski korban hanya tenggelam di air yang dangkal.
d. Post immersion syndrome ( near drowning dan secondary drowning)
Near drowning adalah suatu keadaan gangguan sistem saraf pada korban yangmasih hidup setelah lebih dari 24 jam (walaupun hanya untuk sementara) diselamatkan dari suatu episode tenggelam. Cedera pada sistem saraf pusat dilaporkan menjadi sebab utama dari morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan vital tubuh, terutama otak, menjadi faktor lain dari morbiditas dan mortalitas akibat dari near drowning.3 Secondary drowningadalah suatu keadaan penurunan fungsi paru yang menyebabkan menurunnya pertukaran gas dalam paru akibat hilang atau berkurangnya surfaktan. Terjadi dalam beberapa jam hingga 48 jam dan lebih cepat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. 5 Kematian muncul beberapa waktu setelah korban tenggelam diselamatkan (dan diangkat dari air) akibat komplikasi seperti pneumonia, aspirasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
PATOFISIOLOGI SPASME LARYNX PADA KASUS TENGGELAM
a. Anatomi dan sistem persarafan laring.
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara, pengaturan nafas dan sebagainya. Di bagian superiornya membuka ke dalam laringofaring, dan diinferiornya bersambung dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan (yaitu: hioid, epiglottis, tiroid, aritenoid dan krikoid) yang dihubungkan oleh ligamentum dan digerakkan oleh otot.
Gambar 1: struktur anatomi laring |
b. Laryngospasme
Laryngospasme atau spame laring adalah tertutupnya glottis oleh otot-otot intrinsik laring yang tidak diinginkan/disadari dan merupakan refleks pertahanan tubuh untuk mencegah benda asing masuk ke saluran nafas yang lebih rendah (paru-paru).7 Pada sebagian besar kasus tenggelam (wet drowning), spasme laring ini hanya bersifat sementara namun sekitar 10-20% dari korban tenggelam yang digolongkan dry drowning, ditemukan spasme laring yang menetap hingga menutup jalan nafas korban sampai menjelang kematian terjadi.
Ketika korban masuk ke dalam air, sejumlah kecil air akan terinhalasi dan teraspirasi ke dalam laring atau trakea dan menyebabkan terpicunya refleks laring yang segera menutup jalan nafas. Sejumlah kecil air yang lolos teraspirasi akan mengiritasi dinding bronkus lebih lanjut yang akan menyebabkan mukosa bronkus mensekresi mukus tebal sebagai langkah proteksi.
Ketika kadar karbondioksida sudah sangat tinggi dan korban sangat hipoksia, akan memicu korban untuk menarik nafas. Diafragma akan turun dan otot-otot pernafasan mengembang, menyebabkan meningkatnya volume paru dan menurunnya tekanan dalam paru. Masalahnya adalah trakea dalam keadaan tersumbat sehingga udara tidak dapat masuk untuk menyeimbangkan tekanan negatif yang timbul. Akibatnya darah dari kapiler pulmonar tertarik masuk ke dalam alveoli akibat tekanan negatif tersebut. Hal ini akan menyebabkan rusaknya surfactan dan alveoli.
Air yang teraspirasi tadi akan bercampur dengan mukus membentuk busa berwarna putih, bila cukup banyak darah yang masuk ke alveoli maka busa akan berwarna pink. Terbentuknya busa ini akan semakin memperberat sumbatan jalan nafas.
Spasme laring akan berelaksasi segera sebelum kematian terjadi. Namun sumbatan fisik pada jalan nafas masih tetap ada berupa gumpalan mukus kental dan busa yang terbentuk tadi disertai kemungkinan munculnya spasme bronkiolar susulan sebagai refleks untuk mencegah air lebih jauh masuk ke dalam paru. Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak ditemukan.
TEMUAN OTOPSI PADA KORBAN MATI AKIBAT TENGGELAM
Berikut adalah beberapa temuan yang didapatkan pada korban tenggelam. Pada pemeriksaan luar, baik korban tenggelam wet drowning atau pun dry drowning dapat memberikan tanda yang sama namun pada pemeriksaan dalam seringkali korban dry drowning tidak memberikan tanda yang khas sebagaimana yang didapatkan pada korban wet drowning.
- Pemeriksaan Luar
Ditemukan adanya cairan berbuih dari hidung dan mulut, yang dihasilkan dari campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Busa dapat berwarna putih, atau lebih merah muda jika berasal dari edema pulmonum. Terkadang busa tidak lagi keluar dari mulut dan hidung, terutama setelah dilakukan kompresi pada dinding dada. Namun jika dilakukan pemeriksaan dalam dapat masih ditemukan adanya busa pada saluran pernapasan atas dan bawah.
Gambar 2. Keluarnya cairan berbusa dari mulut yang berasal dari campuran udara, mukus, cairan aspirasi |
Lebam mayat lebih banyak di bagian kepala, muka dan leher (karena posisi kepala di air lebih rendah). Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
Gambar 3. Washer woman's hand |
Dapat dijumpai adanya luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bawah bagian depan, yang dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau kolam, atau dengan benda-benda disekitarnya. Bisa juga akibat diserang oleh predator – predator air.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput laut, dahan atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Gambar 4 Kadaverik spasme pada korban tenggelam menunjukkan korban masih hidup saat masuk dalam air |
- Pemeriksaan Dalam
Wet drowning
Paru-paru pada korban tenggelam wet drowning biasanya tampak sangat mengembangseperti balon (bulky and ballooned). Paru dalam keadaan ini tampak menutupi jantung dan menonjol keluar bila dinding dada dibuka hingga gambaran indentasi tulang dada tampak jelas di permukaan luar paru. Edema dan kongesti paru dapat sangat hebat sehingga beratnya mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru normal adalah sekitar 250-300 gram.
Tardieu’s spot (bercak oleh karena penekanan pembuluh darah di septum interalveolaris oleh udara dan air yang terperangkap) seringkali absen namun bercak perdarahan paltauff dikatakan ditemukan dalam 50% kasus. Bercak Paltauf merupakan bercak perdarahan yang besar terjadi akibat peningkatan tekanan yang menyebabkan rupturnya dinding alveolar. Ditemukan paling sering di permukaan anterior dan margin dari paru namun dapat juga ditemukan di subpleura bila telah terjadi perembesan atau ruptur lebih lanjut.
Paru-paru pucat dan diselingi bercak-bercak merah di antara jaringan yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak keluar cairan merah kehitaman bercampur buih dari irisan tersebut. Sementara di bawah mikroskop rongga alveolar sangat luas dan septanya ruptur atau sangat tipis. Keseluruhan keadaan ini dikenal dengan nama ”emphysema aquosum”.
Emfisema aquosum merupakan tanda dari usaha paksa korban untuk bernafas dan ditemukan pada korban yang tenggelam dalam keadaan sadar. Sementara pada korban yang tidak sadarkan diri saat tenggelam, akan ditemukan edema aquosum. Yakni merupakan suatu keadaan dimana air masuk dengan pasif ke dalam paru sehingga paru tampak dipenuhi oleh air tersebut.
Gambar 5 : Emfisema Aquosum.Tampak paru sangat mengembang menutupi jantung dan di bawah mikroskop rongga alveolar tampak sangat luas dengan septum yang ruptur. |
Pada rongga pleura dapat ditemukan bercak darah sebagai akibat perembesan dari pleura ataukah sebagai akibat disintegrasi postmortem antara paru dan pleura.
Terjadi perubahan pada jantung dan pembuluh darah. Jantung kelihatan lebih bulat dan bagian kirinya tampak kosong sementara bagian kanannya tampak dipenuhi darah vena berwarna gelap. Bila dilakukan tes konsentrasi klorida (Gettler test) terhadap jantung kiri dan kanan maka akan menunjukkan hasil sebagai berikut : Bila tenggelam di air tawar, konsentrasi klorida jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan (dikatakan turun hingga 50 %dari nilai normal). Sementara bila tenggelam di air asin, konsentrasi klorida jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri (hingga 30-40% dari nilai normal). Perbedaan kadar klorida antara jantung kiri dan kanan minimal 25% sudah mengisyaratkan kemungkinan kuat suatu kematian antemortem akibat tenggelam meskiun hasilnya negatif pada korban yangtenggelam akibat spasme laring atau inhibisi vagal.
Ditemukannya air dalam telinga tengah menunjukkan adanya kematian antemortem akibat tenggelam, sebab tidak mungkin air masuk ke rongga telinga tengah pada keadaan postmortem.
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.
Pada pemeriksaan secara mikroskopik bertujuan mencari ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikatyang tahan asam. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut. Biasanya ditemukan diatome pada saluran napas, jaringan paru, darah jantung, atau sumsum tulang. Diatome merupakan kelompok alga yang uniseluler, mikroskopik dengan dinding sel yang mengandung silika dan mengandung klorofil dan diatomin.
Diatome secara universal ditemukan pada air tawar dan air asin dan terdapat lebih dari 10.000 spesies diatome. Uji diatome didasarkan pada asumsi bahwa pada korban tenggelam diatome dalam media air tawar atau air laut akan terbawa masuk ke dalam parenkim paru bersama dengan air yang teraspirasi. Diatome kemudian akan masuk ke kapiler alveolar dan terbawa dalam aliran darah sirkulasi ke seluruh tubuh. Ukurannya yang sangat kecil memungkinan diatome masuk ke dalam hepar, ginjal, otan dan sumsum tulang femoral. Sampel untuk uji diatome diperoleh dengan mengambil beberapa ratus gram organ yang dicurigai mengandung diatome (paru, ginjal, hepar, atau otak) kemudian diberi asam sulfat dan asam nitrat untuk mendestruksi jaringan organ, baru kemudian di-sentrifuge dan dilihat dibawah mikroskop.
Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak titemukan pada dry drowning melainkan hanya tanda asfiksia mekanik klasik seperti sianosis, kongesti dan petechial hemorraghes yang luas. Bila terjadi sumbatan mekanik akibat laringospasme, maka pada paru tidak akan ditemukan air atau bila ditemukan hanya sedikit saja (meskipun mungkin agak banyak di dalam lambung). Tidak ditemukan adanya buih ataupun bila ada hanya sedikit. Demikian pula tidak ditemukan adanya emfisema aquosum pada paru.
Tanda-tanda asfiksia mekanik ini dapat juga disebabkan oleh penyebab kematian asfiksia mekanik lainnya sebelum korban masuk ke dalam air, oleh karena itu kemungkinan adanya penyebab lain ini harus benar-benar disingkirkan sebelum penegakan diagnosa kematian oleh laryngospasme diambil.8
KESIMPULAN
Drowning atau tenggelam adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.Namun berdasarkan temuan pada pemeriksaan luar maupun dalam pada korban mati akibat tenggelam, tidak semua korban tersebut memiliki gambaran yang khas untuk korban mati akibat tenggelam.
Pada kasus–kasus tenggelam yang meragukan seperti ini, tidak ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban tenggelam adalah mungkin disebabkan oleh :
1. Telah terjadi pembusukan.
Saluran napas dan paru-paru adalah salah satu organ yang cepat membusuk sehingga menyulitkan pemeriksaan .
2. Meninggal karena vagal inhibition/cardiac reflex.
Perlu pemeriksaan apakah ada trauma, penyakit wajar atau keracunan. Vagal inhibitiondapat terjadi akibat masuknya air secara mendadak kedalam larynx dan nasopharynx atau dari pukulan pada abdomen akibat jatuh secara horizontal kedalam air yang memicu reseptor dari nervus vagus yang berakibat ke sistem kardiovaskular yang dimulai dengan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian oleh karena gagal jantung.
3. Meninggal karena laryngeal spasme
Secara umum , spasme laring dalam kasus tenggelam dapat dipicu oleh reflek vagal lokal di laring. Sementara pada immersion syndrome , vagal reflek berperan lebih luas dalam menyebabkan refleks kardiak oleh adanya vagal inhibisi. Pada beberapa kasus derajat dan lamanya spasme adalah sedemikian sehingga kematian disebabkan oleh karena asphyxia ,tetapitanpa ada tanda tenggelam pada paru korban.
Untuk menegakkan diagnose laryngeal spasme, sebab kematian lain harus disingkirkanterlebih dahulu. Harus diingat bahwa pada pemeriksaan post mortem tidak ditemukan lagi adanya gambaran spasme larynx. Tanda adanya asfiksia seperti sianosis pada bibir dan atau bawah kuku dan perdarahan pada konjungtiva bulbi dan kelopak mata dapat sedikit membantu menegakkan diagnosis. Tidak ada tanda khas yang pasti dapat menentukan diagnosis dan membedakan dengan jenis atypical drowning yang lain.
Disusun oleh : Phiank dan Haikal Khusaini