Saturday, October 19, 2013

Kolesistitis (cholecystitis) - Pemeriksaan dan diagnosis

Anamnesis (Riwayat penyakit)

Gejala paling umum dari kolesistitis akut adalah nyeri perut bagian atas. Tanda-tanda iritasi peritoneal mungkin dapat ditemukan, dan pada beberapa pasien, nyeri dapat menyebar ke bahu kanan atau tulang belikat . Seringkali rasa sakit dimulai dari daerah epigastrium dan kemudian terlokalisasi di kuadran kanan atas.

kolik-biliaris
Kolik biliaris
Meskipun rasa sakit awalnya mungkin digambarkan sebagai kolik (nyeri yang hilang timbul), pada akhirnya nyeri akan menetap dan konstan di hampir semua kasus. Mual dan muntah umumnya ditemukan, dan pasien dapat menderita demam.

Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut, akan mengutarakan adanya riwayat nyeri bilier. Beberapa pasien mungkin telah positif dinyatakan menderita batu empedu. Kolik bilier yang akalkulus (tanpa batu) juga dapat ditemukan, paling sering pada wanita muda hingga paruh baya. Jumlahnya hampir sama dengan kolik bilier kalkulus dengan perbedaan : nilai laboratorium kolik akalkulus dalam batas normal dan tidak ada temuan cholelithiasis pada USG. Kolesistitis dapat dibedakan dari kolik bilier oleh nyeri berat yang konstan dan menetap lebih dari 6 jam.

Pasien dengan kolesistitis akalkulus mempunyai gejala mirip dengan pasien dengan kolesistitis kalkulus, tapi kolesistitis akalkulus sering terjadi secara tiba-tiba dan pasien nampak sakit parah tanpa adanya riwayat kolik bilier sebelumnya. Seringkali, pasien dengan kolesistitis akalkulus datang dengan keluhan demam dan sepsis saja, tanpa ada riwayat atau temuan pemeriksaan fisik yang konsisten dengan kolesistitis akut.

Kolesistitis pada pasien Lansia (terutama pasien dengan diabetes) dapat menampakkan gejala kolesistitis yang samar-samar dan tanpa banyak temuan baik riwayat maupun fisik. Nyeri dan demam mungkin tidak ada, dan nyeri tekan (tenderness) lokal mungkin satu-satunya tanda fisis. Kolesistitis pada pasien lansia dapat berkembang menjadi kolesistitis berat dengan cepat dan tiba-tiba.

Kolesistitis pada anak-anak juga dapat terjadi tanpa adanya gejala yang khas. Anak-anak yang berisiko tinggi untuk menderita kolesistitis mencakup pasien anak dengan penyakit sel sabit, anak-anak yang sakit parah, anak-anak yang mendapat infus (nutrisi parenteral) berkepanjangan, mereka dengan kondisi hemolitik, dan mereka dengan anomali empedu kongenital.

Komplikasi

Proliferasi bakteri pada kandung empedu yang mengalami obstruksi dapat menimbulkan empiema pada organ  bersangkutan. Pasien dengan empiema mungkin akan mengalami reaksi toksik yang ditandai demam yang sering dan leukositosis. Bila ditemukan ada empiema, pasien seringkali memerlukan penanganan kolesistektomi terbuka dari yang sebelumnya hanya laparoskopi.

Pada kasus yang jarang terjadi, sebuah batu empedu yang besar dapat mengikis dinding kandung empedu dan keluar ke organ viseral lain yang berdekatan, biasanya ke duodenum.  Sehingga, batu empedu tersebut dapat melekat di ileum terminal atau di bulbus/pylorus duodenum, menyebabkan ileus paralitik batu empedu (gallstone ileus).

Kolesistitis Emfisematosa terjadi pada sekitar 1 % kasus dan ditandai dengan adanya gas dalam dinding kandung empedu akibat invasi organisme yang memproduksi gas, seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan spesies Klebsiella. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, laki-laki , dan 28 % pada kolesistitis akalkulus. Karena tingginya insiden gangren dan perforasi, kolesistektomi darurat dianjurkan. Perforasi dapat terjadi hingga 15 % dari keseluruhan kasus.

Komplikasi lainnya termasuk sepsis dan pankreatitis .

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, takikardia, dan nyeri di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas, seringkali dengan posisi tubuh yang khas (seolah berusaha melindungi organ yang nyeri). Dapat ditemukan tanda Murphy (The Murphy sign), tes yang spesifik namun tidak sensitif untuk kolesistitis, dimana sebagai akibat adanya nyeri maka timbul jeda inspirasi ketika kandung empedu menyentuh jari pemeriksa selama palpasi kuadran kanan atas. Kandung empedu yang dapat diraba atau kepenuhan kuadran kanan atas ditemukan dalam 30-40% kasus. Penyakit kuning dapat dtemukan pada sekitar 15% pasien.

Tidak adanya temuan positif pada pemeriksaan fisis tidak mengesampingkan diagnosis kolesistitis. Banyak pasien kolesistitis datang dengan nyeri epigastrium tidak khas yang menyebar tanpa lokalisasi ke kuadran kanan atas. Pasien dengan kolesistitis kronis sering tidak memiliki massa teraba pada kuadran kanan atas akibat adanya fibrosis pada kandung empedunya.

Pasien lansia dan pasien dengan diabetes sering memiliki gejala yang atipikal (tidak khas), termasuk tidak adanya demam dan nyeri lokal melainkan hanya gejala samar-samar.

Pertimbangan diagnostik 

Keterlambatan dalam membuat diagnosis hasil kolesistitis akut pada insiden yang lebih tinggi morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama berlaku untuk unit (ICU) pasien perawatan intensif yang mengembangkan cholecystitis acalculous. Diagnosis harus dipertimbangkan dan diselidiki dengan segera untuk mencegah hasil yang buruk.

Nyeri kuadran kanan atas pada pasien hamil dapat dikaitkan dengan sejumlah diagnosa yang berbeda, diantaranya preeklampsia, radang usus buntu, dan cholelithiasis. Pasien hamil harus mendapat pemeriksaan menyeluruh karena komplikasi dapat timbul dengan cepat dan dapat mengancam kehidupan baik bagi ibu dan janinnya.

Diagnosis diferensial 
  • Aneurisma aorta abdominal
  • Iskemia mesenterika akut 
  • Radang usus buntu 
  • Kolik bilier 
  • Penyakit bilier 
  • Cholangiocarcinoma 
  • Cholangitis 
  • Choledocholithiasis 
  • Cholelithiasis 
  • Kanker kandung empedu 
  • Mucocele kandung empedu
  • Tumor Kandung empedu 
  • Ulkus lambung 
  • Gastritis Akut 
  • Pielonefritis Akut

Friday, October 18, 2013

Kolesistitis (Cholecystitis) - Apakah kolesistitis itu ?

Kolesistitis merupakan radang kandung empedu yang paling sering terjadi, diakibatkan adanya obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu (kolelitiasis/cholelithiasis) maupun penyebab non obstruksi. Sembilan puluh persen kasus kolesistitis di sebabkan batu di duktus sistikus (kolesistitis calculous), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis acalculous (non batu).
kolesistitis-kolesterolosis
Kandung empedu dengan kolesistitis dan kolesterolosis. sumber

Faktor risiko untuk kolesistitis mirip dengan kolelithiasis, diantaranya : bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, kelompok etnis tertentu, obesitas maupun kehilangan berat badan yang cepat, obat-obatan, dan kehamilan. Meskipun kultur cairan empedu menunjukkan hasil positif adanya bakteri dalam 50-75 % kasus, akan tetapi proliferasi bakteri tersebut kemungkinan sebagai akibat dari kolesistitis dan bukan sebagai faktor pencetus kolesistitis.

Kolesistitis Akalkulus (Acalculous cholecystitis) terkait dengan kondisi yang menyebabkan empedu stasis , termasuk kelemahan , pasca operasi besar, trauma berat, sepsis, pemberian nutrisi parenteral total dalam jangka panjang, dan puasa yang berkepanjangan. Penyebab lain Kolesistitis Akalkulus termasuk gangguan jantung, kelainan sel darah merah bentuk sabit, infeksi Salmonella, diabetes mellitus , dan infeksi sitomegalovirus , kriptosporidiosis , ataupun infeksi mikrosporidiosis pada pasien dengan AIDS.

Dalam ICD X, kolesistitis digolongkan dalam kode k80 (dengan batu kolelitias) dan k81 (tanpa kolelitiasis)

Patofisiologi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus kolesistitis melibatkan batu di saluran kistik (kolesistitis calculous ) , dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis acalculous . Kolesistitis calculous akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung empedu . Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis mukosa .

Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis acalculous tidaklah jelas , namun beberapa teori mencoba menjelaskan . Radang mungkin terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan , kantong empedu tidak pernah menerima stiimulus dari cholecystokinin ( CCK ) untuk mengosongkan isinya , dengan demikian, empedu terkonsentrasi tetap stagnan di lumen.

Sebuah studi oleh Cullen dkk menunjukkan kemampuan endotoksin untuk menyebabkan nekrosis , perdarahan , area pengendapan fibrin , dan hilangnya mukosa yang luas , konsisten dengan iskemik akut . Endotoksin juga menghambat respon kontraktil kandung empedu terhadap  CCK ,sehingga menyebabkan kondisi kandung empedu stasis .

Etiologi

Faktor risiko untuk kolesistitis kalkulus serupa dengan kolelitiasis yakni :
  • Jenis kelamin perempuan 
  • Kelompok etnis tertentu 
  • Obesitas atau penurunan berat badan yang cepat 
  • Obat-obatan (terutama terapi hormon pada wanita) 
  • Kehamilan 
  • Meningkatnya umur 
Kolesistitis Acalculous berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan empedu stasis, yakni :
  • Penyakit kritis 
  • Operasi besar atau trauma / luka bakar parah 
  • Sepsis
  • Nutrisi Parenteral jangka panjang 
  • Puasa yang lama
  • Gangguan jantung, seperti infark miokard 
  • Penyakit sel sabit 
  • Infeksi Salmonella 
  • Diabetes mellitus 
  • Pasien dengan AIDS yang menderita infeksi sitomegalovirus, kriptosporidiosis, atau mikrosporidiosis (Pasien yang immunocompromised memiliki risiko terkena kolesistitis akibat infeksi dari beberapa jeni skuman yang berbeda.) 
  • Kasus idiopatik.
Epidemiologi

Diperkirakan 10-20 % orang Amerika memiliki batu empedu , dan sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut . Kolesistektomi baik untuk kolik bilier berulang atau untuk kolesistitis akut merupakan prosedur bedah yang paling umum dilakukan oleh dokter bedah umum, sekitar 500.000 operasi per tahun.

Insiden kolesistitis meningkat seiring bertambahnya  usia. Penjelasan fisoologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut usia tidak jelas. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia diduga dikaitkan dengan perubahan rasio hormon androgen terhadap estrogen .

Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous juga lebih tinggi pada wanita. Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi. Kolesistitis Acalculous dijumpai lebih sering pada pria usia lanjut.

Prevalensi kolelitiasis (faktor resiko predominan kolesistitis) lebih tinggi pada orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan kurang umum ditemukan pada orang-orang yang berasal  dari daerah sub Sahara Afrika dan Asia. Di Amerika Serikat , orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi dari pada orang kulit hitam .

Prognosis

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan tingkat kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien memerlukan operasi ataupun menderita beberapa komplikasi.

Komplikasi yang terjadi seperti seperti perforasi /gangren, menyebabkan prognosis menjadi kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh melebihi perkiraan mortalitas 4% pada pasien dengan kolesistitis calculous. Pada pasien yang sakit parah dengan kolesistitis acalculous disertai perforasi atau gangren, angka kematian bisa sampai 50-60%.

Artikel terkait :
Kolesistitis bagian kedua : Diagnosis dan pemeriksaan
Koleistitis bagian ketiga : Pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan 

Thursday, October 10, 2013

Mengenal Sel

Halfian Tags
Sel merupakan satuan unit kehidupan terkecil atau dengan kata lain, sel merupakan unit terkecil yang masih dapat diklasifikasikan sebagai benda hidup.

Semua organisme hidup tubuhnya tersusun dari sel :
  • Bakteri : Hanya terdiri dari satu sel saja
  • Tumbuhan dan Hewan terdiri atas banyak sel sehingga disebut multiseluler. Manusia sendiri tbuhnya tersusun kurang lebih atas 100 milyar sel.
Semua sel memiliki unsur genetik, sebuah membran dan sitoskeleton.Sel dalam suatu organisme yang sama akan memiliki materi genetik yang sama persis.

"Penting untuk diingat bahwa Virus bukanlah suatu mahluk hidup karena tidak terusun atas sel"

Sel sendiri terdiri atas dua jenis yakni sel Eukariotik dan Prokariotik dengan perbedaan utama diantaranya adalah Sel eukariotik memiliki nukleus (inti sel) sementara prokariotik tidak memiliki nukleus.

Karakteristik Sel Eukariotik Sel Prokariotik
Penampakan
sel-eukariotik
contoh sel eukariotik. sumber : wikipedia 

sel-prokariotik
sontoh sel prokariota. sumber : wikipedia
Ukuran Sel 10 - 100 µm 0,2 -2 µm
Nukleus Ada Tidak ada
Organella Ada Tidak semua organisme prokariota selnya memiliki orgenalla. Kalaupun ada strukturnya lebih sederhana dibanding Eukariota.
Struktur DNA Linear Sirkular
Organisme Eukariota Prokariota
Contoh Sel hewan dna tumbuhan Bakteri, archae

Organella
Organella merupakan sub unit kecil di dalam sel yang memiliki fungsi khusus, dan biasanya satu sama lainnya terpisah oleh dinding lemak dua lapis. Istilah organella sendiri merupakan analogi dari organ terhadap tubuh dan akhiran -elle bermakna kecil. Hal ini sesuai sekali dengan organella yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop.

Pada Eukariota dapat dijumpai beberapa jenis organella sementara pada prokariota tidak ada organlla yang khusus, kalaupun ada hanya berupa struktur kompartemen protein yang masih primitif. Beberapa Organella Eukariota yang utama :

Nukleus


Nukleus atau inti sel mengandung informasi genetik dari sebuah sel. Hanya sel Eukariota (hewan dan tumbuhan) yang memiliki nukleus. Nukleus bagi sel ibarat otak bagi tubuih. Nukleus selain menyimpan informasi genetik juga mengontrol sebagian besar aktivitas sel seperti pertumbuhan, perbaikan dan pembelahan sel.
nukleus-sel
struktur nukleus (inti sel). sumber
Dengan menyimpan informasi genetik dalam organella khusus bernama nukleus ini, memungkinkan informasi genetik tersebut terlindung dari kerusakan apabila terjadi reaksi berbahaya di sitoplasma.

Beberapa sel yang memiliki fungsi khusus seperti misalnya sel darah merah, akan kehilangan inti selnya pada tahap perkembangan dewasanya. Sementara otot jantung memiliki 2 nukelus dan otot rangka memilikkii banyak nukelus (multi nuclear cell)

Selubung nukleus dan Nukleolus


Selubung nukleus merupakan "kulit" dari nukleus dan terdiri atas dua lapis membran dari bahan lipid dan protein. Fungsi membran ini diantaranya untuk melindungi DNA dari enzim perusak yang berada di siitosol.

Pada membran terdapat pori-pori yang memungkinkan zat penghantar kimiawi untuk masuk dan keluar nukelus.

Di dalam nukelus terdapat struktur lebih kecil yang disebut nukleolus yang berfungsi untuk transkripsi RNA yang digunakan untuk membentuk ribosom (struktur kecil penghasil protein).
Struktur nukleus . Sumber
selubung nukleus dan nukleolus

Lisosom


Lisosom adalah organella yang dapat diumpakan sebagai pusat pembuangan dan daur ulang sampah. Lisosom hanya dapat ditemukan pada sel eukariota hewan.

Lisosom mengandung enzim-enzim digestif (hidrolitik) yang dapat menghancurkan virus, bakteri dan molekul-molekul sisa. Enzim-enzim digestif ini disimpan dalam lisosom agar tidak membahayakan molekul lain di sitoplasma yang berguna.

Suasana pH lisosom jauh lebih asam dibandingkan sitoplasma. PHnya sekitar 4,8 dibandingkan sitoplasma yang 7,2.Keasaman ini dijaga dengan cara memompa ion hidrogen masuk ke dalam organella ini. Keasaman ini diperlukan sebab enzim digestif lisosom hanya dapat berfungsi pada suasana asam
struktur-lisosom
struktur lisosom
Kebanyakan produk dari proses yang berlangsung di lisosom tidak berbahaya dan dapat digunakan kembali. 

Mitokondria

Mitokondria merupakan organella berbentuk batang, lonjong atau oval berukuran panjang 5 - 10 µm dan berdiameter 0,5 µm. Mitokondria diselimuti 2 lapis membran yang memiliki fungsi sangat khusus.

Kedua membran mitokondria membentuk kompartemen mitokondia yang terpisah. Ruang membrana interna meruapakan ruangan yang berada diantara membran interna dan membran eksterna. Sementara matriks internal di pusat mitokondria berada di dalam membran interna.

Membran internal memiliki permukaan yang lebih besar dan luas dibandingkan membran eksternal dan melipat berkali-kali. Lipatan membran internal ini membentuk ruang yang disebut krista. Sel-sel yang aktif biasanya memiliki lebih banyak krista dibanding sel biasa.

Proses Fosforilasi Oksidatif untuk memproduksi ATP berlangsung di dalam krista ini. Sementara Siklus Krebs (serangkaian reaksi untuk menghasilkan energi) berlangsung di dalam matriks.
struktur-mitokondria
Struktur Miokondria. Sumber

Kloroplas


Kloroplas merupakan organella yang hanya terdapat pada sel eukariota tumbuhan. Memiliki fungsi unik yakni Fotosintesis yang merubah cahaya menjadi cadangan energi.

Kloroplas memiliki permukaan berbentuk cakram pipih datar sehingga memaksimalkan kemampuannya untuk menyerap cahaya. Diamaternya kurang lebih 2 - 10 µm. Sel tumbuhan masih memerlukan mitokondria untuk mengubah cadangan energi yang dihasilkan kloroplas ini menjadi bentuk energi yang dapat digunakan (ATP).
kloroplas
Sel tumbuhan dengan kloroplas d dalamnya. Sumber
Kloroplas merupakan organella yang digolongkan dalam kelompok plastids,dimana organella dalam kelompok ini (seperti juga mitokondria) memiliki membran dua lapis dan diperkirakan berasal dari sel prokariotik serta mampu memperbanyak diri sendiri.

Area di antara kedua membran disebut ruang intermembran sementara cairan yang berada di dalam membran interna disebut Stroma dan mengandung sekitar 50% protein kloroplas tersebut. Di dalam stroma terdapat jalinan sekumpulan cakram yang disebut Thylakoid, sementara cakramnya sendiri disebut Grana. Proses fotosintesis berlangsung di dalam Thylakoid ini.

Membran dari Thylakoid mengandung klorofil yang dapat merubah cahaya matahari menjadi energi yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Gula yang dihasilkan dari proses fotosintesis disimpan sebagai pati gandum di dalam kloroplas.
struktur-kloroplas
Struktur Kloroplas. Sumber

Tuesday, October 8, 2013

Status Konvulsivus

Halfian Tags
Status konvulsivus dalam hal ini yang dimaksud adalah status kejang umum (generalized tonic clonic status).

Definisi :
Keadaan klinik yang ditandai oleh serangan kejang terus menerus atau berulang dengan frekuensi sedemikian sering tanpa ada episode pulih diantara serangan.

Etiologi :
  1. Epilepsi primer.
  2. Epilepsi sekunder :
    - Lesi serebrovaskuler
    - Infeksi SSP
    - Neoplasma
    - Gangguan metabolik
    - Intoksikasi obat-obatan
    - Ketergantungan alkohol
    - Trauma kapitis
Pemeriksaan :
Bila perlu dan sarana memungkinkan :
  1. Laboratorium :
    - Kimia darah : Glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati.
    - Elektrolit : Magnesium, kalsium.
    - Kadar anti konvulsan.
    - Kadar gas arterial.
    - Likuor serebrospinal bila ada demam.
  2. Pemeriksaan radiologik : Foto kepala, CT scan kepala, MRI
  3. Pemeriksaan penunjang lain : ECG, EEG
Kriteria Diagnostik :
  1. Keadaan klinik yang ditandai oleh serangan kejang terus menerus atau berulang dengan frekuensi sedemikian sering, sehingga tanpa pulihnya kesadaran diantara serangan.
  2. Dianggap status konvulsivus apabial menunjukkan 3 serangan tonik-klonik berturut-turut atau lebih dalam kurun waktu sangat singkat atau episode berlangsung dalam 30 menit atau lebih.
Diferensial Diagnosis :
Kejang Psikogenik

Penatalaksanaan :
Urutan
Manajemen
 
I
- Awasi tanda-tanda vital.
- Pelihara jalan nafas, berikan oksigen.
- Observasi dan periksa neurologis.
II
- Siapkan 10 cc untuk pemeriksaan kimia darah :
   Glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati.
   Elektrolit (kalsium, magnesium).
   Kadar anti konvulsan.
   Kadar gas arterial.
- Infus larutan NaCl 0,9%.
- Bila terjadi hipoglikemi beri 50 ml glukosa 40% dan 100 mg thiamin atau sejenisnya.
- Berikan Diazepam 10 - 20 mg/iv perlahan-lahan. Dapat diulang sampai 3 kali dengan interval
   15-30 menit. Kemudian dapat dilanjutkan diazepam 2 - 4 amp/kolf 20 tts/menit.
- Bila masih tetap kejang 15 menit setelah pemberian Diazepam, berikan Phenytoin 20 mg/kgBB/iv yang dilarutkan dalam garam (NaCl) dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit. Monitor tekanan darah dan EKG. Bila terjadi disritmia/hipotensi hentikan  sampai terjadi resolusi dan mulai dengan kecepatan rendah.
- Bila kejang menetap 10-20 menit setelah pemberian Phenytoin, tambahkan Phenytoin 10 mg/kgBB. Dosis maksimal 30 mg/kgBB.
- Bila Kejang berlanjut 30 menit atau lebih, konsul anastesi.
III
- Terapi etiologi.
- Terapi komplikasi.
- Bila terjadi edema serebri berikan anti edema misalnya deksametason sesuai protokol.
IV
- Perawatan Intensif.
- Terapi anti epileptik dosis pemeliharaan.
Komplikasi / Penyulit :
  • Gangguan serebral
  • Gangguan kardiovaskular
  • Gangguan pernafasan
  • Gangguan metabolik,dll

Prognosis :
Biasanya kejang dapat diatasi tetapi penderita harus tetap berobat secara teratur.

Lama Perawatan :
Sampai kejangnya teratasi, kesadaran pulih dan keadaan umum telah memungkinkan untuk berobat jalan.
  • Bila diagnosa adalah epilepsi primer dan telah tertanggulangi penderita dapat dipulangkan / berobat jalan dengan pengobatan anti kejang seperti penderita epilepsi lainnya.
  • Bila etiologi adalah epilepsi sekunder  dan telah ditanggulangi penderita dapat dipulangkan / berobat jalan.

Monday, October 7, 2013

Tetanus

Halfian Tags
Tetanus merupakan penyakit infeksi pada sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
gejala-tetanus
gejala tetanus

Pemeriksaan

Anamnesis

Ada riwayat luka biasanya 5-14 hari disertai ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang (trismus) dan dapat disertai kejang.

Pemeriksaan Fisis
  • Trismus, risus sardonikus, opistotonus, spasme otot perut dan kejang otot.
  • Refleks fisiologis meningkat, refleks patologis negatif
  • Kadang-kadang ditemukan gangguan SSO antara lain retensi urin dan hiperpireksia.
Pemeriksaan Laboratorium
  • Darah rutin : Tidak dilakukan pada hari pertama.
Pemeriksaan Radiologik
  • Foto Thoraks : Bila ada tanda-tanda komplikasi paru.
Pemeriksaan Penunjang Lain
  • EKG : Jika ada tanda-tanda gangguan jantung.
Kriteria Diagnosis

Berdasarkan gambaran klinik
  • Spasme sekelompok otot sekitar luka (tetanus lokal)
  • Hipertoni dan spasme otot :
    - Nyeri sekitar luka,trismus (spasme otot mastikatorik), risus sardonikus (spasme otot fasialis).
    - Kaku kuduk sampai opistotonus (spasme otot erektor trunki).
    - Dinding perut tegang, anggota gerak spastik.
  • Kejang tonik dengan kesadaran tidak tergangggu.
  • Umumnya ada luka/riwayat luka
  • Dapat disertai retensi urin dan hiperpireksia
  • Dapat disertai kelainan saraf kranial.
Diagnosis Banding
  • Reaksi Diastonia
  • Tetani (e.c hipokalemia)
  • Meningitis
  • Rabies
  • Abses retropharingeal, abses gigi, subluksasi mandibula.
  • Kelainan psikogenik.
Penatalaksanaan
  • IVFD Dekstrose 5% : RL = 1 : 1 = 28 tts/mnt
  • Kausal :

    Anti toksin tetanus

    Serum Anti Tetanus (SAT) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/IM selama 3-5 hari, sebelumnya dilakukan tes kulit.
    Human Tetanus Imunoglobulin (HTIG) diberikan dosis 3000 U/IM (single dose), cara pemberian : 250 U/2 jam/IM. Pada tetanus berat dapat diberikan hingga 6000 U/IM.

    Anti Biotik
    Diberikan selama 7 - 10 hari. Pilihan antibiotiknya antara lain (pilih salah satu) :

    Penisilin prokain (PP) dengan dosis 15 juta IU/6jam/IM atau 3 juta IU/12jam/IM. Jangan lupa sebelumnya dilakukan tes kulit. Sebaiknya PP dikombinasikan dengan Metronidazole 500 mg/8jam/IVFD.

    Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam/IV, sebaiknya dikombinasi dengan Metronidazole 500 mg/8jam/IVFD.

    Eritromisin / Tetrasiklin 500 mg/6 jam/IV Oral.
  • Terhadap luka dilakukan perawatan dan pada luka tusuk dilakukan cross insisi.
  • Membatasi tindakan-tindakan yang bersifat merangsang indra pasien.
  • Posisi/ letak pasien penderita diubah-ubah secara periodik.
  • Simptomatis dan Suportif :

    Diazepam
    Setelah masuk RS segera diberikan Diasepam dengan dosis 10-20 mg/iv/per lahan-lahan (2-3 mg/menit). Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/kolf (10 mg/kgBB/hari) diberikan perinfus atau secara continous iv infusion (syringe pump). Dapat ditingkatkan sampai kejang teratasi dengan dosis maksimal 12 mg/kgBB/hari.

    Setiap kejang diberikan bolus Diasepam 1 ampu/IV/3-5 menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, bil atak teratasi dirawat di ICU.

    Apabila penderita telah bebas kejang selama kurang lebih 48 jam maka dosis diasepam dapat diturunkan secara bertahap kurang lebih 10 % setiap 1-3 hari (tergantung keadaan). Segera setelah intake oral memungkinkan maka Diasepam diberikan peroral dengan frekuensi pemberian yang sering (setiap 3 jam).

    Untuk mengatasi spasme dan rigiditas dapat diberikan Chlorpromazine 25-50 mg/8 jam/IM atau Baclofen 10-20 mg/8 jam/per oral.

    Oksigen
    Pemberian oksigen dilakukan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distres pernafasan sianosis ataupun apnoe.

    Nutrisi
    Makanan yang diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring atau cair.
Profilaksis Tetanus
  • Untuk tipe luka ringan dan bersih diberikan Tetanus Toxoid 0,5 ml.
  • Untuk tipe luka berat atau mudah mendapat tetanus diberikan Tetanus Toxoid 0,5 ml disertai HTIG 250 unit.
  • Untuk tipe luka lama yang mudah mendapat tetanus atau perawatan yang tidak sempurna diberikan Tetanus Toxoid 0,5 ml disertai HTIG 500 unit.
Imunisasi
  • Sebelum KRS = TT1 05 CC/IM
  • TT2 dan TT3 masing-masing dengan interval waktu 4-6 minggu dari TT1.
Komplikasi / Penyulit
  • Pneumonia Aspirasi
  • Asfiksia
  • Atelektasis
  • Kardiomiopati
  • Fraktur Kompresi
Prognosis

Dubia tergantung jenis luka, masa inkubasi, onset periode, derajat trismus, tipe kejang, dsb.

Lama Perawatan

Sampai intake peroral terjamin dan mampu mandiri

Tuesday, October 1, 2013

Penyakit DEKOMPRESI

Halfian Tags
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah / jaringan akibat penurunan tekanan sekitar, dalam 24 jam setelah melakukan penyelaman.

Pemeriksaan :

  • Anamnesis : adanya riwayat melakukan penyelaman dalam 24 jam sebelum timbulnya gejala
  • Pemeriksaan Fisik : Adanya defisit neurologis dan atau gejala jantung, paru, dangastrointestinal setelah melakukan penyelaman.
  • Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah.
  • Pemeriksaan Radiologik : Foto kontras, CT scan bial diperlukan
  • Pemeriksaan penunjang lain.
Kriteria Diagnosis :
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman :

  1. Type I (pain only bends)
    - Nyeri terutama di daerah persendian
    - Kemerahan di kulit, gatal serta bengkak sekitar sendi
  2. Type II (serious decompression sickness)
    - Gejala Neurologis : hemiparesis, paraparesis, tetraparesis, gangguan sensiblitas, gangguan serebellar
    - Gejala Jantung dan Paru (chokes)
    - Gejala Gastrointestinal : mual, muntah, diare, hematemesis, melena.

Diagnosis Banding :
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP, pada penyelam

Penatalaksanaan :
  1. Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan.
  2. Medika mentosa :
    - Koreksi cairan dan elektrolit.
    - Anti platelet : ASA 2 x 150 mg.
    - Kortikosteroid : 20 - 30 mg / 24 jam iv.
    - Gliserol (Bila kontraindikasi dengan steroid)
    - Digitalis (Bila ada indikasi)
    - Anti konvulsan (Bila ada indikasi).

Komplikasi / Penyulit :
  • Osteonekrosis disbarik
  • Keracunan oksigen

Prognosis :
Tergantng cepatnya mendapat terapi OHB , bisa sembuh sempurna, cacat fisik, meninggal.

Lama Perawatan :
5 hari (rawat inap)

Informed Consent :
Perlu bila mendapat terapi OHB (oksigen hiperbarik)